Selasa 08 Aug 2023 10:57 WIB

Bappenas: Urban Farming Alternatif Jaga Ketahanan Pangan Berkelanjutan

Urban farming dapat memperluas basis ekonomi di perkotaan.

Red: Friska Yolandha
Warga memanen bawang merah di Buruan SAE Taruna RW 08, Kelurahan Kujangsari, Kota Bandung, Jumat (20/1/2023). Urban farming dapat menjaga ketahanan pangan berkelanjutan.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Warga memanen bawang merah di Buruan SAE Taruna RW 08, Kelurahan Kujangsari, Kota Bandung, Jumat (20/1/2023). Urban farming dapat menjaga ketahanan pangan berkelanjutan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian PPN/Bappenas menyatakan bahwa urban farming atau pertanian di perkotaan bisa menjadi alternatif masyarakat untuk menjaga ketahanan pangan yang berkelanjutan di masa depan. Tiap komoditas yang dikelola dalam urban farming dengan baik akan menghasilkan hasil produksi dalam jumlah yang lebih tinggi.

Urban farming memiliki peluang untuk meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga melalui pengembangan hasil produksinya,” kata Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam yang dihubungi di Jakarta, Selasa (8/8/2023).

Baca Juga

Hal ini dipastikan dapat memperluas basis ekonomi di perkotaan melalui peningkatan aktivitas kewirausahaan dan menambah jumlah wiraswasta serta lapangan pekerjaan melalui proses produksi hingga pemasaran produk pangan hasil urban farming. Pendeknya rantai pasokan pangan, karena dekatnya jarak produsen dan konsumen juga mampu mengurangi harga bahan pangan tersebut.

Kemudian, dengan konsep pemanfaatan lahan yang terbatas, urban farming akan mendorong masyarakat memiliki kebun individu maupun gabungan yang dikelola bersama, sehingga mampu menyediakan perkebunan yang dapat memenuhi kebutuhan pangan kelompok.

Bagi masyarakat yang mau memulainya, ia menjelaskan terdapat berbagai metode budi daya, di antaranya adalah hidroponik yang memanfaatkan air dan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam untuk menanam sawi hijau, kangkung dan pakcoy.

Ada juga metode vertikultur yang memanfaatkan paralon atau bambu untuk sayur-sayuran, seperti bayam, kangkung, kucai, sawi, selada, dan seledri yang tidak membutuhkan tumbuh tegak tanaman.

“Dengan adanya urban farming ini, individu atau keluarga juga dapat menghemat uang yang digunakan untuk membeli bahan pangan,” katanya.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Mukhammad Faisol Amir menyatakan bahwa urban farming yang ada di Jakarta merupakan indikasi kesadaran masyarakat urban akan isu ketahanan pangan.

Meksi dirinya belum melihat kegiatan itu bisa mendorong pertumbuhan ekonomi hijau dalam dampak yang besar, urban farming tetap memberikan dampak positif ke masyarakat, terutama terkait kesadaran praktik-praktik pertanian berkelanjutan dan mendorong pemanfaatan teknologi dalam intensifikasi di lahan yang minim.

Urban farming dinilai bisa membuka akses terhadap pangan yang murah, berkualitas dan bergizi, terutama untuk masyarakat dengan penghasilan rendah di perkotaan.

Kepala Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian Jakarta Selatan Hasudungan A. Sidabalok membenarkan bahwa masyarakat perkotaan kini mulai melakukan gerakan urban farming untuk menjamin ketersediaan pangan terjaga akibat lahan pertanian yang mulai berkurang.

Sebab, metode pengembangan urban farming menghasilkan ketersediaan sayuran sebagai sumber nutrisi, menghijaukan lingkungan dan membantu mengurangi dampak pemanasan global.

Ketua Karang Taruna Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan La Ode Hardian menambahkan dari segi ketahanan pangan, urban farming mampu memenuhi konsumsi sayur mayur dasar keluarga. Urban farming juga bisa menjaga kebutuhan gizi tiap anak jadi lebih baik. Menanam sayur bisa dijadikan aset masa depan untuk keluarga yang berkualitas.

Misalnya kangkung, pakcoy, dan bayam seperti yang ia kembangkan dengan metode hidroponik. Dengan terus merawat tanaman tersebut, sayuran yang tumbuh dengan sehat dapat diperjualbelikan di swalayan atau masyarakat sekitar untuk menambah penghasilan sehari-hari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement