REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Perusahaan yang terkenal dengan kerja jarak jauh Zoom kini menuntut karyawannya kembali ke kantor. Tampaknya bahkan platform konferensi video yang populer tidak mau tetap bekerja jarak jauh.
Business Insider melaporkan bahwa karyawan Zoom yang bekerja di dekat salah satu kantor perusahaan, sekarang diharuskan untuk melakukan perjalanan setidaknya dua hari per minggu. Ini sekaligus mengakhiri cara kerja eksklusif jarak jauh yang biasa dilakukan beberapa pekerja.
"Kami percaya bahwa pendekatan hibrid terstruktur, artinya karyawan yang tinggal di dekat kantor perlu berada di lokasi dua hari seminggu untuk berinteraksi dengan tim mereka, paling efektif untuk Zoom," juru bicara Zoom seperti dilansir SEA Mashable, Rabu (9/8/2023).
"Kami akan terus memanfaatkan seluruh platform Zoom untuk menjaga agar karyawan dan tim kami yang tersebar tetap terhubung dan bekerja secara efisien."
Zoom memiliki definisi yang agak longgar tentang apa yang dimaksud dengan "dekat". Kebijakan hibrid baru perusahaan mengharuskan karyawan untuk bekerja di kantor Zoom jika mereka tinggal dalam jarak 50 mil (80 km) yang boleh jadi bukan masuk kategori dekat untuk kebanyakan orang.
Ironisnya, survei Zoom sendiri pada tahun 2022 menemukan bahwa 69 persen pekerja menganggap penting bagi mereka untuk dapat memilih sendiri, apakah akan bekerja dari jarak jauh, di kantor, atau campuran keduanya. Selanjutnya, 45 persen mengatakan mereka kemungkinan akan mencari pekerjaan baru jika mereka tidak diizinkan bekerja dari lokasi ideal mereka.
Perubahan kebijakan Zoom mungkin membuat lebih dari beberapa karyawan mengeksplorasi opsi mereka, yang dianggap merupakan ide bagus. Zoom sendiri memberhentikan sekitar 1.300 karyawan pada bulan Februari setelah laba bersihnya anjlok dari level tertinggi yang disebabkan oleh pandemi, sementara pendiri dan CEO Eric Yuan juga menerima pemotongan gaji sementara sebesar 98 persen.
Jutaan bisnis beralih ke kerja jarak jauh karena pandemi Covid 19, dengan Zoom menjadi platform konferensi video pilihan bagi banyak orang. Namun, karena banyak tempat kerja kembali ke kantor atau mengadopsi model hibrid, ketergantungan pada panggilan video telah jauh menurun yang sekaligus memperkecil pendapatan Zoom.
Seperti banyak platform lainnya, Zoom tampaknya berharap kecerdasan buatan akan membantu meringankan kesengsaraannya. Perusahaan menambahkan beberapa fitur baru ke alat bertenaga AI Zoom IQ pada bulan Maret, sementara Stack Diary melihat pembaruan terbaru pada layanan Zoom yang memungkinkannya menggunakan konten pelanggan untuk melatih AI.
Mengembangkan produk mereka untuk memanfaatkan teknologi terbaru mungkin tampak masuk akal dari perspektif bisnis. Tetapi ketika begitu banyak orang masih menggunakan Zoom untuk janji medis, rapat sensitif, dan masalah pribadi lainnya yang ingin mereka rahasiakan, menyelipkan perubahan seperti itu mungkin hanya membuat pengguna kurang memercayai platform tersebut.