Kamis 10 Aug 2023 10:14 WIB

Vonis Ferdy Sambo dan Kaitannya dengan KUHP yang Baru

KUHP kini tak atur hukuman mati sebagai pidana pokok.

Ferdy Sambo saat menjalani sidang kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (ilustrasi)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ferdy Sambo saat menjalani sidang kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Bambang Noroyono

Mahkamah agung (MA) mengubah hukuman pidana mati terhadap terdakwa Ferdy Sambo menjadi penjara seumur hidup. Putusan tersebut, hasil kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) dan terdakwa terkait kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J).

Baca Juga

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pidana mati sendiri disebut sebagai pidana yang bersifat khusus untuk tindak pidana tertentu. Hal tersebut diatur dalam Pasal 64 huruf c KUHP.

"Pidana yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c merupakan pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif," bunyi Pasal 67 KUHP.

Selanjutnya dalam Pasal 68 Ayat 3, dijelaskan bahwa dalam hal terdapat pilihan antara pidana mati dan pidana penjara seumur hidup atau terdapat pemberatan pidana atas tindak pidana yang dijatuhi pidana penjara 15 tahun, pidana penjara untuk waktu tertentu dapat dijatuhkan untuk waktu 20 tahun berturut turut.

"Pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya Tindak Pidana dan mengayomi masyarakat," bunyi Pasal 98 KUHP.

Kendati disebut sebagai alternatif, Pasal 99 KUHP tetap mengatur ihwal pelaksanaan hukuman mati. Terdapat empat ayat dalam pasal tersebut, yakni Pasal 99 Ayat 1 mengatur pidana mati dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak Presiden.

Pasal 99 Ayat 2, pidana mati sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak dilaksanakan di muka umum. Pasal 99 Ayat 3, p mati dilaksanakan dengan menembak terpidana sampai mati oleh regu tembak atau dengan cara lain yang ditentukan dalam undang-undang.

"Pelaksanaan pidana mati terhadap perempuan hamil, perempuan yang sedang menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa ditunda sampai perempuan tersebut melahirkan, perempuan tersebut tidak lagi menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa tersebut sembuh," bunyi Pasal 99 Ayat 4 KUHP.

Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, pihaknya menghormati putusan MA yangmengubah hukuman pidana mati terhadap terdakwa Ferdy Sambo menjadi penjara seumur hidup. Menurutnya, pasti ada pertimbangan dari hakim di balik putusan tersebut.

Kendati demikian, ia menjelaskan bahwa hukum di Indonesia sendiri berusaha meninggalkan hukuman mati. Hal tersebut pun termaktub dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"KUHP baru memang masih menganut hukuman mati, tetapi pengaturannya hukuman mati dibuat sebagai hukuman alternatif terakhir. Bukan lagi pidana pokok sebagaimana yang tertera dalam KUHP yang berlaku saat ini," ujar Habiburokhman lewat pesan singkat, Rabu (9/8/2023).

Keluarga almarhum Brigadir J pun memaklumi berubahnya hukuman mati menjadi penjara seumur hidup bagi Sambo. Pengacara keluarga Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak menilai, putusan MA itu merupakan konsekuensi dari UU KUHP yang baru.

Terkait Ferdy Sambo, kata Martin menerangkan, KUH Pidana baru itu, mengabaikan penjatuhan hukuman mati. Sebab itu, dikatakan dia, dapat dimaklumi majelis hakim agung, mengubah hukuman Ferdy Sambo dari hukuman mati menjadi hanya seumur hidup. 

“Mengenai vonis Ferdy Sambo dari hukuman mati ke hukuman penjara seumur hidup, tentunya ada kaitan dengan norma hukum baru yaitu UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP Nasional yang memang sudah tidak memberlakukan secara mutlak terhadap penerapan hukuman pidana mati,” kata Martin, Selasa (8/8/2023).

Namun Martin mengatakan, putusan kasasi tentang pengurangan hukuman terhadap Putri Candrawathi mengundang pertanyaan. Karena dikatakan dia, putusan peradilan tingkat pertama di PN Jaksel, dan kedua di PT DKI Jakarta disebutkan peran Putri Candrawathi adalah pemicu dari peristiwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

“Kami selaku kuasa hukum keluarga korban (Brigadir J) merasa kecewa terhadap pengurangan vonis terdakwa Putri Chandrawati. Kami anggap pengurangan hukuman terhadap Putri Candrawathi itu, tidak menceriman empati terhadap keluarga korban, dan tidak memberikan contoh yang baik dalam rangka penegakan hukum agar kejadian serupa tidak lagi terulang di tengah-tengah masyarakat,” begitu ujar Martin.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement