Kamis 10 Aug 2023 15:51 WIB

Nasi Tumpeng Ternyata Berasal dari Tradisi Agama Lain, Benarkah Haram?

Ada beberapa titik kritis kehalalan tumpeng yang perlu diwaspadai.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Natalia Endah Hapsari
 Tumpeng merupakan serapan dari tradisi agama Hindu yang kini sudah menjadi kuliner wajib di setiap perayaan di tanah air.
Foto: Dok Swiss Belinn Simatupang
Tumpeng merupakan serapan dari tradisi agama Hindu yang kini sudah menjadi kuliner wajib di setiap perayaan di tanah air.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Setiap perayaan yang ada di Indonesia biasanya ditandai dengan kehadiran nasi tumpeng sebagai bentuk syukur. Nasi tumpeng disajikan di atas tampah bundar dengan nasi kuning yang dibentuk mengerucut lalu lauk pauk mengitari sekelilingnya.

Membuat tumpeng ini tentu juga sebagai bentuk sedekah, namun tumpeng ini merupakan serapan dari tradisi agama Hindu. Ini dikaitkan dengan salah satu hadits yang menyebutkan jika seseorang melakukan apa yang dilakukan suatu kaum, maka seseorang itu telah menjadi bagian kaum tersebut.

Baca Juga

Lantas apakah tumpeng termasuk bid’ah dan diharamkan? Berkenaan dengan dalil hadits tersebut, ini ada batasnya, tidak semua kesamaan dilarang. Ciri-cirinya dijelaskan oleh Imam Ibnu Najim Al-Hanafi.

“Ketahuilah bahwa Tasyabuh (menyerupai) dengan Ahli Kitab tidak makruh dalam semua hal. Kita makan dan minum, mereka juga melakukan hal itu. Keharaman dalam tasyabuh adalah (1) Sesuatu yang tercela (2) Kesengajaan meniru mereka. Sebagaimana disampaikan oleh Qadli Khan dalam Syarah Jami’ Shaghir. Dengan demikian jika tidak bertujuan menyerupai Ahli Kitab maka tidak makruh,” (Al-Bahr Ar-Raiq 2/11)

Ketika perayaan menggunakan tumpeng, tetapi membaca doa dahulu, atau bershalawat, tentu cara ini berbeda jauh dengan tradisi agama Hindu yang menjadikan tumpeng sebagai sesajen.

Meski secara umum, tumpeng hanya menggunakan bahan berupa beras, lauk dan sayuran, dikutip dari Halal Corner, ada beberapa titik kritis kehalalan tumpeng yang perlu diwaspadai yaitu bahan baku yang digunakan.

Bahan baku harus dipastikan halal dengan mutu tinggi dan diawasi staf dapur yang profesional, sehingga semua proses masak dilakukan tanpa menggunakan zat atau bahan yang bisa membuat masakan yang diolah menjadi haram atau berbahaya untuk dikonsumsi.

Sebagai salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar, Indonesia memiliki standar dan sertifikasi halal di semua bidang industri, terutama industri makanan dan minuman. Ini dimulai dari bahan baku hingga infrastruktur pendukungnya, agar masyarakat selalu merasa aman dan nyaman.

“Yakni janganlah merasa kesulitan di dalam hatimu, sebab kamu di atas agama yang lurus, gampang, toleran. Jika kamu berlaku ketat pada dirimu dalam soal ini (makanan) maka kamu serupa dengan kerahiban Nasrani, sebab itu adalah kebiasaan mereka,” (Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan At-Tirmidzi)

Artinya, jika tumpeng yang disajikan menggunakan bahan-bahan halal, maka jangan ragu untuk memakannya. Karena non-Muslim pun juga ada yang menjaga kerahiban mereka, persis seperti Muslim.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement