Kamis 10 Aug 2023 18:16 WIB

Calon Pengantin Disarankan Cek Fisik dan Mental, Ini Manfaatnya

Pemeriksaan kesehatan jiwa sama pentingnya dengan cek kesehatan fisik.

Rep: Santi Sopia/ Red: Natalia Endah Hapsari
 Mempersiapkan kesehatan fisik dan mental jadi salah satu faktor utama yang perlu masuk dalam daftar persiapan menikah./ilustrasi
Foto: www.freepik.com
Mempersiapkan kesehatan fisik dan mental jadi salah satu faktor utama yang perlu masuk dalam daftar persiapan menikah./ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Pernikahan juga bukan sekadar mempersiapkan pesta mewah dan belanja perlengkapan bayi, melainkan kesiapan fisik dan mental yang merupakan esensi dalam berkeluarga. Mempersiapkan kesehatan jadi salah satu faktor utama yang perlu masuk dalam daftar persiapan menikah.

Spesialis Kandungan dr Uf Bagazi SpOG, kepala RS Brawijaya Antasari mengatakan kebanyakan pasien yang berkunjung sudah dalam keadaan hamil. Padahal, persiapan sebelum kehamilan juga sangat penting. Sebetulnya, pasien sudah perlu berkonsultasi dari mulai berencana menikah, merencanakan kehamilan, persalinan hingga intervalnya.

Baca Juga

Sehingga kesehatan kewanitaan pun sudah dipikirkan sebelum berkeluarga.'' Apakah rahim wanita boleh hamil? Berkali-kali? Boleh. Tapi kalau soal terbaik ada kriterianya,'' kata dr Uf dalam satu ajang di Jakarta.

Tidak hanya persiapan kesehatan menjelang pernikahan, pasangan suami istri juga perlu mempersiapkan diri ketika buah hati lahir. Ini terutama untuk para ibu yang ingin memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif pada bayi.

Ketua Umum Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), Nia Umar menyebutkan tren ASI eksklusif sebenarnya cukup meningkat. Namun, selama pandemi Covid-19, tren tersebut menurun dikarenakan beberapa situasi. Dia mencontohkan adanya beberapa fasilitas kesehatan (faskes) yang memisahkan ibu dengan bayinya yang baru lahir sehingga tidak bisa dirawat gabung. Akibatnya, ibu tidak bisa melakukan inisiasi menyusui dini (IMD).

Padahal keberhasilan menyusui sangat tergantung hari pertama ibu tersebut menyusui anaknya. Jadi tren peningkatan kesadaran ini memang harus diiringi dengan edukasi tenaga kesehatan (nakes), kata Nia.

Idealnya, menurut Nia, semua ibu mendapat dukungan menyusui, baik di faskes swasta maupun fasilitas primer pemerintah seperti puskesmas. Para ibu harus melakukan IMD, bisa dirawat gabung dengan anaknya dan dibantu konselor menyusui. Tapi kenyataannya, menurut Nia, banyak nakes belum kompeten dan tidak menerapkan pelayanan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM).

Padahal hal tersebut juga tercantum dalam peraturan pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif. Nia menggarisbawahi bahwa kampanye menyusui itu baik, tak tergantikan, tentu sangat penting dan terus simultan. ''Tapi kalau tidak diiringi dengan meningkatkan kompetensi faskes, maka sama saja bohong karena harus beriringan. Kalau tidak ada yang kasih tahu, bagaimana ibu bisa menyusui bisa berdaya?'' kata dia lagi.

Nia juga menanggapi tentang kasus ibu yang merasa tidak percaya diri karena tidak memberikan ASI eksklusif. Terdapat kasus ibu yang bahkan membunuh anaknya karena risih dengan anggapan tidak bisa menyusui. Sebetulnya, menurut Nia, hal itu imbas dari kondisi ibu yang tertekan, depresi dan tidak terbaca sejak awal. Karenanya, semua pihak perlu lebih mewaspadai hal ini. Ibu yang harusnya mendapat layanan LMKM tadi bisa jadi tidak dapat, kalau dari awal ada dukungan tidak perlu depresi. Kalaupun ada kesulitan menyusui tetap ada dukungan, jelas dia.

Selama 15 tahun berkiprah dengan AIMI, Nia melihat bahwa kendala praktik menyusui dan memberikan makanan yang baik adalah karena literasi yang masih sangat rendah. Kemudian pihaknya sebagai organisasi nirlaba seakan berhadap-hadapan dengan pihak industri.

Namun perlu juga diingat, selain pemeriksaan kesehatan, imunisasi tetanus, organ reproduksi, calon pengantin juga disarankan untuk mengecek kesehatan jiwa. Menurut bidan Poli Calon Pengantin Puskesmas Kecamatan Tanah Abang Sunarti, S.S.T, kesehatan jiwa calon pengantin akan mempengaruhi kehidupan rumah tangga mereka ke depannya. Sehingga, pemeriksaan kesehatan jiwa perlu dilaku kan sebelum menikah untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terjadi dalam rumah tangga.

"Seperti kalau dia ada riwayat (masalah kesehatan jiwa) sebelumnya, itu dia bisa dideteksi kemudian diatasi supaya dia tidak temperamen atau yang lainnya, untuk menjaga keberlangsungan kehidupan rumah tangga. Jadi perlu dilihat apakah ada trauma atau tidak," ujar Sunarti.

Dia pun mewanti-wanti agar calon pengantin tidak melulu disibukkan dengan urusan make up, gedung, atau hal-hal yang lain. ''Pemeriksaan kesehatan fisik atau jiwa ini sangat penting untuk ke depannya," lanjut dia.

Ia menjelaskan, pemeriksaan kesehatan jiwa bagi calon pengantin dapat dilakukan bersama dengan pemeriksaan kesehatan fisik di fasilitas layanan kesehatan baik puskesmas, rumah sakit, maupun yang lainnya, minimal tiga bulan sebelum menikah.

Saat melakukan pemeriksaan pranikah, Sunarti mengatakan calon pengantin tak perlu khawatir sebab prosesnya tidak akan memakan waktu yang lama. Jika tidak ditemukan masalah, maka pemeriksaan dapat diselesaikan dalam waktu dua jam. "Tidak ribet, ini sangat mudah. Pertama, yang harus dilakukan adalah silakan datang ke (fasilitas layanan kesehatan) wilayah tempat tinggal masing-masing.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement