Kamis 10 Aug 2023 23:57 WIB

Masa Peralihan KUHP Nasional Perlu 3 Tahun, Ini Penjelasan Wamenkumham

Keadilan korektif menekankan pelaku untuk mengoreksi kesalahannya.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mansyur Faqih
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiariej menjadi pembicara dalam Kumham Goes to Campus di Universitas Victory Sorong, Provinsi Papua Barat Daya pada Kamis (10/8/2023).
Foto: Republika/Rizky Surya
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiariej menjadi pembicara dalam Kumham Goes to Campus di Universitas Victory Sorong, Provinsi Papua Barat Daya pada Kamis (10/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, SORONG -- Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menyebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nasional tak bisa langsung diterapkan ketika sudah disahkan. KUHP nasional perlu menempuh masa peralihan sebelum resmi digunakan di Tanah Air. 

Hal itu dikatakan Edward dalam Kumham Goes to Campus ke Universitas Victory Sorong pada Kamis (10/8/2023). Dalam kesempatan itu, dia menguak isi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP ke hadapan masyarakat. 

Edward mengungkapkan lahirnya KUHP nasional melewati proses panjang hingga 64 tahun. Dia pun menjamin pembentukkan KUHP nasional menyerap aspirasi masyarakat se-Indonesia.

"Dalam pembentukkannya selalu dengar aspirasi masyarakat dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai pulau Rote, dan ini yang bisa kita hadirkan ke masyarakat," kata Edward dalam kegiatan itu.

Edward menyampaikan penerapan KUHP nasional harus melewati tahap sosialisasi menyeluruh se-Indonesia hingga tiga tahun. Dengan demikian, harapannya aparat penegak hukum (APH) dan masyarakat memahami KUHP baru seutuhnya ketika resmi diterapkan pada 2026.

"Perlu tiga tahun untuk sosialisasi karena KUHP nasional mengubah paradigma hukum pidana, mengubah mindset APH dan seluruh masyarakat Indonesia," ujar Edward

Dia juga ingin APH mempunyai kesamaan pandang atas KUHP Nasional. Edward tak ingin masing-masing APH baik itu jaksa, hakim, atau polisi menafsirkan KUHP nasional secara berbeda. Sehingga menurut Prof Eddy, diperlukan waktu sampai tiga tahun guna mencapai kesamaan pandangan APH lintas institusi. 

"Mengapa perlu tiga tahun masa peralihan? Agar dilakukan sosialisasi seluruh APH memiliki frekuensi, ukuran, standar yang sama dalam menerapkan KUHP nasional," ucap Prof Eddy. 

Diketahui, perubahan paradigma hukum modern yang berlaku universal difasilitasi dalam KUHP nasional. Hukum pidana kini dipandang lebih luas tak sekadar sebagai sarana balas dendam atau keadilan retributif karena mengarah kepada orientasi keadilan korektif, restoratif, rehabilitatif.

Keadilan korektif menekankan pelaku dalam konteks ini dikenakan pidana untuk koreksi kesalahan atas perlakuannya. Sedangkan restorative justice ditujukan kepada korban untuk memulihkan keadaan.

Indonesia tercatat kini memiliki KUHP sendiri. Pengesahan beleid ini dilakukan dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (6/12/2022). Ini merupakan momentum bersejarah bagi dunia hukum di Indonesia.

Karena sejak merdeka pada 1945 hingga sebelum pengesahan ini, Indonesia masih menggunakan KUHP produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia-Belanda. KUHP yang sebelumnya digunakan di tanah nusantara telah berlaku sejak 1918 atau telah berusia 104 tahun.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement