Jumat 11 Aug 2023 05:00 WIB

Awal Mula Masyarakat Air Bangis Demo karena Petani Sawit Ditangkap

Proses pemulangan demonstran yang menginap di Masjid Raya Sumbar sempat ricuh.

Rep: Febrian Fachri / Red: Agus Yulianto
Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Dwi Sulistyawan.
Foto: Republika/Febrian fachri
Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Dwi Sulistyawan.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Masyarakat dari Nagari Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat, melaksanakan aksi demo selama lima hari beruntun pekan lalu. Ribuan warga Air Bangis tersebut menginap di Masjid Raya Sumbar. Dimana aksi demo ini berujung pemulangan paksa warga Air Bangis tersebut oleh personel Brimob Polda Sumbar. Proses pemulangan demonstran yang menginap di Masjid Raya Sumbar ini sempat ricuh.

Demo tersebut berawal karena ada lima orang petani sawit asal Air Bangis yang ditangkap karena berkebun sawit di lahan yang ternyata masuk ke dalam kawasan hutan produksi.

 

photo
Ribuan warga Nagari Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat, yang melakukan demonstrasi di depan Kantor Gubernur Sumbar sejak Senin (31/7/2023) sampai Jumat (4/8/2033). - (Republika/Febrian Fachri)

 

“Awalnya, masyarakat Air Bangis itu kan demo menuntut teman-teman mereka yang ditangkap ini dibebaskan,” kata Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Dwi Sulistyawan, Kamis (10/8/2023).

Lalu selain menuntut petani sawit yang ditahan tersebut dibebaskan, warga Air Bangis juga meminta Gubernur mencabut usulan tentang proyek strategis nasional kepada Menko Kemaritiman dan Investasi.

Lalu meminta pemerintah daerah membebaskan lahan masyarakat Air Bangis dari kawasan hutan produksi. Kemudian mereka ingin dibebaskan untuk menjual hasil panen sawit yang telah mereka tanami.

Dari lima orang petani sawit yang ditangkap tersebut tiga orang sudah memasuki proses sidang, dua orang lain masih berstatus tersangka.

Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Andalas, Elwi Danil, menilai, penangkapan petani  sawit Air Bangis tersebut sudah benar karena orang-orang yang ditangkap telah melakukan pencurian di tanah negara.

"Dalam hukum pidana tidak ada istilah untuk dibebaskan tersangka, yang ada hanya penangguhan tersangka," kata Elwi Danil.

Elwi menilai, kepolisian sudah melakukan tindakan yang benar dalam penegakkan hukum terhadap tindakan  penyerobotan tanah negara. Kata dia, sepanjang syarat dan prosedur seperti yang diatur dalam KUHP dan dalam hukum acara pidana sudah ditemui dua alat bukti, polisi‎ boleh melakukan penahanan.

"Kemudian kenapa seseorang ditahan karena ada tiga kekhawatiran,‎ pertama dikhawatirkan akan melarikan diri, akan merusak barang bukti dan khawatir akan mengulangi tindak pidana," ucap Ewil.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement