REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Banyaknya kecelakaan maut yang terjadi di Ring Road Yogyakarta menjadi alasan utama perlu adanya evaluasi dan audit keselamatan jalan.
Ahli Teknik Sipil dan Keselamatan Jalan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Noor Mahmudah menjelaskan, hal ini perlu dilakukan karena Ring Road dibangun sekitar 30 tahun silam.
"Perlu diaudit karena jalan ring road sudah lama dibangun, tentunya dengan peraturan lama yang bisa jadi sesuai dengan zamannya, tapi tidak sesuai dengan peraturan baru. Kalau diaudit itu semua dicek dari jalannya, belokannya, kecepatannya, dan lainnya," ujar Noor Mahmudah kepada Republika, Kamis (10/8/23).
Ia menjelaskan, Ring Road merupakan jalan raya dan jalan antar kota, bukan jalan bebas hambatan. Geometriknya memiliki empat lajur dengan dua arah, dan memiliki jalur cepat dan dua jalurnya yang paling tepi adalah lajur lambat.
Menurut Noor, ada beberapa faktor penyebab kecelakaan di Ring Road. Pertama, faktor kecepatan kendaraan yang melebihi dari rencana jalan. Untuk jalan raya, kecepatan maksimum adalah 80 kilometer per jam, dan dengan safety factor 1,5 maka kecepatan yang diperbolehkan adalah 60 kilometer per jam. Sedangkan di jalur lambat yakni 40 kilometer per jam. Ini telah tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 111 tentang Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan.
Ia memaparkan, kecepatan kendaraan telah ditentukan saat proses perencanaan jalan. Apabila kecepatan kendaraan telah melebihi kecepatan jalan yang direncanakan, misalnya melebihi 80 kilometer per jam, itu berarti tidak ada lagi jaminan keselamatan.
"Yang melanggar risikonya kecelakaan, karena yang menyetir 50 kilometer per jam jika terjadi kecelakaan fatalitasnya bisa meninggal dunia. Apalagi 80 persen kendaraan di Indonesia adalah sepeda motor," tutur Noor.
Akan tetapi, banyak masyarakat yang belum sadar mengenai batas maksimum kecepatan tersebut. Ini mengingat tidak adanya rambu-rambu peringatan batas kecepatan ataupun alat pengukur kecepatan di Ring Road seperti di jalan tol yang memungkinkan dikenakan denda apabila melanggar.
Padahal menurutnya, masyarakat harus diberitahu. Karena mungkin masih banyak yang belum mengerti, atau sudah mengerti tapi belum sadar sehingga perlu diingatkan.
Tidak hanya rambu-rambu mengenai kecepatan maksimum, tapi juga kecepatan minimum. Ini karena seringkali banyak pengendara yang justru berkendara sangat pelan, sehingga juga membahayakan pengendara lain. Apalagi masih banyak juga pengendara yang menyalip dari arah kiri, bukan dari kanan.
"Saya perhatikan banyak di Ring Road yang menyalip justru dari kiri, yang pelan malah di kanan. Padahal berkendara kan di kiri, kanan untuk menyalip," tuturnya.
Faktor kedua yakni lampu penerangan. Meski diakui bahwa sepanjang jalan Ring Road di malam hari kurang penerangan, namun secara peraturan menurut Noor lampu penerangan bukanlah fasilitas yang wajib ada di sepanjang jalan Ring Road.
Ini karena di dalam peraturan, penerangan di jalan luar kota dan jalan antar kota wajib berasal dari kendaraan. Hal ini berbeda dengan jalan perkotaan yang diharuskan banyak lampu penerangan karena banyak pejalan kaki dan pengguna sepeda.
Untuk Ring Road ataupun jalan antar kota lainnya yang memiliki kecepatan tertentu, tidak wajib diberi penerangan karena tidak memungkinkan adanya pejalan kaki dan orang untuk menyeberang.
"Kalaupun ada lampu, itu lebih baik, disediakan lampu penerangannya. Tapi kalau dari peraturannya, jalan antar kota lebih menekankan lampu pengguna jalan," kata Noor.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, ini menunjukkan bahwa perlu adanya audit keselamatan pada Ring Road, mengingat jalan ini dibangun tahun 1994 silam. Ring Road, menurut Noor, kemungkinan masih menggunakan peraturan lama.
Di zaman tersebut belum banyak kendaraan yang teknologinya bisa memiliki kecepatan sebesar 80 km per jam, sehingga jika masih menggunakan peraturan yang lama sudah lagi tidak relevan dengan teknologi serta kondisi jalan.
Padahal peraturan mengenai pembangunan jalan telah banyak berubah. Peraturan terakhir diubah pada tahun 2022 yang tertuang dalam UU Nomor 2 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan.
"Kuncinya perlu dievaluasi dan dicek lagi apakah ring road ini sudah sesuai dengan peraturan terbaru. Jika belum, apa yang harus dilengkapi dan dibenahi, supaya mengantisipasi tidak jatuh korban lagi," katanya.