Kamis 10 Aug 2023 20:18 WIB

Cara Syaikhona Kholil Bangkalan Melawan Penjajah

Syaikhona Kholil Bangkalan ulama besar yang telah banyak melahirkan kader ulama.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Suasana tempat wisata religi Makam Syaichona Cholil Mertajasah, Bangkalan, Jawa Timur, Jumat (11/6/2021). Makam yang biasanya ramai dikunjungi peziarah dari luar Pulau Madura tersebut kini sepi sejak terjadinya lonjakan kasus COVID-19 di Bangkalan.
Foto: ANTARA/Tina
Suasana tempat wisata religi Makam Syaichona Cholil Mertajasah, Bangkalan, Jawa Timur, Jumat (11/6/2021). Makam yang biasanya ramai dikunjungi peziarah dari luar Pulau Madura tersebut kini sepi sejak terjadinya lonjakan kasus COVID-19 di Bangkalan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Siapa yang tidak mengetahui Syaikhona Kholil Bangkalan (1820-1925). Ia adalah seorang ulama besar yang telah banyak melahirkan kader ulama dan kiai sejak sebelum Indonesia merdeka. Sejarah mencatat, ia dan santri-santrinya pun turut berjuang dalam melawan penjajah negeri ini.

Namun, Kiai Kholil Bangkalan memiliki cara sendiri dalam melawan penjajah. Dalam buku “99 Kiai Kharismatik Indonesia: Riwayat, Perjuangan, Doa, dan Hizib” terbitan Keira diceritakan, kehidupan Kiai Kholil Bangkalan juga tidak lepas dari Gejolak perlawanan terhadap penjajah.

Baca Juga

Dengan caranya sendiri, Kiai Kholil melakukan perlawanan kepada penjajah. Cara utama yang dilakukan adalah melalui bidang pendidikan, yakni untuk menyiapkan pemimpin yang berilmu, berwawasan tangguh, dan berintegritas tinggi baik kepada agama maupun bangsa.

Dalam melawan penjajah Kiai Kholil juga tidak melakukan perlawanan secara terbuka, tetapi ia lebih banyak berada di belakang layar. Misalnya, Kiai Kholil tak segan memberi suwuk atau pengisian kekuatan batin/tenaga dalam kepada para pejuang.

Kiai Cholil juga tidak keberatan pesantrennya dijadikan sebagai tempat bersembunyi para pejuang. Misalnya, diceritakan bahwa suatu ketika terdapat beberapa pejuang dari Jawa yang bersembunyi di kompleks Pesantren Demangan, pesantren yang didirikan Kiai Kholil Bangkalan.

Lalu, tentara penjajah mencium persembunyian tersebut. Dengan mengerahkan tentara yang cukup, lalu mereka mendatangi kompleks pesantren. Mereka begitu yakin para pejuang bersembunyi di pesantren tersebut.

Mereka pun merasa sangat marah ketika tidak menemukan apa-apa. Karena jengkel, akhirnya mereka menahan Kiai Kholil. Mereka berharap dengan ditahannya Kiai Kholil yang sudah sepuh itu, para pejuang mau menyerahkan diri.

Tapi apa yang terjadi? bukan pejuang yang menyerahkan diri, malah penjajah dipusingkan berbagai kejadian yang tak mereka mengerti. Awalnya, semua pintu tahanan tak bisa ditutup ketika Kiai Kholil dimasukkan ke dalam tahanan. Mereka pun terpaksa harus berjaga siang dan malam karena tak ingin tahanan yang lain melarikan diri.

Kemudian di hari-hari selanjutnya, ribuan orang dari berbagai penjuru pulau Madura, bahkan juga dari Jawa, berdatangan untuk menjenguk dan mengirim makanan kepada Kiai Kholil.  Tentu saja hal itu memusingkan pihak penjajah.

Akhirnya mereka mengeluarkan larangan untuk mengunjungi Kiai Kholil. Tapi larangan ini juga tidak menyelesaikan masalah. Masyarakat yang berbondong-bondong itu malah berkerumun berjejal di sekitar rumah tahanan, bahkan ada yang meminta ikut ditahan bersama Kiai Kholil. Daripada dipusingkan dengan hal-hal yang tak bisa dimengerti, pihak penjajah akhirnya melepaskan Kiai Kholil begitu saja.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement