REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Indonesia mengelola pembiayaan melalui penerbitan utang lebih baik pada Juli 2023 bila dibandingkan dengan periode yang sama 2022.
Hal itu tercermin pada realisasi penerbitan utang Juli 2023 yang terkontraksi 17,8 persen dari periode yang sama tahun lalu, yakni sebesar Rp 194,9 triliun, dari Rp 237,0 triliun.
“Bila dibandingkan dengan pembiayaan utang tahun lalu, maka pembiayaan utang mengalami penurunan sangat tajam, yaitu 17,8 persen,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Agustus 2023 yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat.
Pembiayaan utang sebesar Rp 194,9 triliun menandakan realisasi hingga Juli baru mencapai 28 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sebesar Rp 696,3 triliun.
Dari sisi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), realisasi hingga Juli mencapai Rp 184,1 triliun atau 25,8 persen terhadap target APBN sebesar Rp 712,9 triliun.
Dengan mempertimbangkan penerimaan negara dan belanja negara yang masih terjaga dengan baik, yakni masing-masing senilai Rp1.614,8 triliun dan Rp1.461,2 triliun, maka Indonesia bisa menurunkan penerbitan SBN hingga 17,8 persen.
Bendahara Negara mengatakan, performa tersebut yang membuat Indonesia berhasil menerima peningkatan outlook menjadi stable atau positif dari lembaga pemeringkat Rating and Investment Information, Inc (R&I). Selain itu, R&I juga mempertahankan peringkat Indonesia pada BBB+, dua level di atas tingkat terendah Investment Grade.
“Ini menggambarkan asesmen risiko terhadap APBN dan pengelolaan utang Indonesia dianggap baik, stabil, bahkan dianggap positif. Dalam arti, berarti prospeknya akan makin membaik,” ujar Sri Mulyani.
Ia mengatakan capaian tersebut merupakan imbas dari kinerja dari APBN yang dijaga secara hati-hati. Kinerja yang positif menyebabkan kepercayaan terhadap perekonomian dan APBN tetap terjaga kuat serta risiko dianggap bisa dikelola secara sangat baik.