Sabtu 12 Aug 2023 16:34 WIB

Formappi Kritik Bawaslu Biarkan Spanduk-Spanduk Parpol Kotori Ibu Kota

Formappi menilai, masa sosialisasi berjalan seakan tanpa pengawasan.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Andri Saubani
Peneliti pada Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus ketika diwawancarai wartawan di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (24/2/2024).
Foto: Republika/Febryan A
Peneliti pada Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus ketika diwawancarai wartawan di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (24/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Formappi, Lucius Karus, memberikan sorotan atas masa sosialisasi yang berjalan seakan tanpa pengawasan. Salah satunya bisa dilihat dari kotornya ibu kota akibat spanduk-spanduk partai politik.

Ia merasa, setiap kali disorot jawaban yang ke luar sejak Desember 2022 sampai November 2023 memang masih masa sosialisasi. Padahal, sebagai masa sosialisasi, permintaan atas panduan yang jelas belum terjawab.

Baca Juga

Hal itu membuat kita tidak memiliki panduan yang sangat jelas seperti PKPU baru mengingat masih ada PKPU lama tentang sosialisasi. PKPU lama itu yang selalu menjadi rujukan KPU jika dituntut sosial sosialisasi.

Peraturan soal apa yang perlu, tidak perlu, harus dan tidak harus pada masa sosialisasi memang tidak ada untuk Pemilu 2024. Ini jadi sesuatu yang membuat waktu panjang sosialisasi lahan bebas yang dimanfaatkan.

Itu yang kita lihat hari ini. Lucius mengingatkan, Jakarta sangat kotor karena spanduk-spanduk calon yang kita lihat hampir seantero Jakarta dan semua berisi gambar-gambar orang, baik caleg, ketum, capres atau partai.

"Itu spanduk-spanduk itu memenuhi jalanan ibu kota tanpa ada yang merasa harus menertibkan karena belum masuk masa kampanye," kata Lucius dalam webinar yang digelar Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI), Sabtu (12/8/2023).

Ia mengkritisi, jawaban standar Bawaslu setiap kali dilaporkan. Sebab, Bawaslu selalu menyatakan yang penting spanduk-spanduk itu tidak berisi ajakan untuk memilih, maka itu tidak termasuk kampanye dan sah-sah saja.

Lucius merasa, jawaban standar seperti ini mengecilkan makna kampanye karena cuma diartikan ajakan memilih dalam pemilu dan menyederhanakan kampanye. Padahal, dalam UU Pemilu saja kampanye itu meyainkan pemilih.

Ia berpendapat, menyederhanakan makna kampanye hanya sebagai ajakan memilih itu menggampangkan soal kampanye. Padahal, Lucius menegaskan, penting memastikan kondisi masa sosialisasi ini bisa berjalan baik.

"Tanpa diciderai kampanye dengan label sosialisasi yang dilakukan seperti sekarang," ujar Lucius. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement