Oleh : Wilda Fizriyani
REPUBLIKA.CO.ID, Susiana Ita (45 tahun) masih teringat betul bagaimana rasa resahnya terhadap sampah-sampah di tempat tinggalnya. Hal ini terutama di wilayah RT 07, RW 03, Kelurahan Kedungkandang, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, Provinsi Jawa Timur.
Selama ini pengelolaan sampah hanya berfokus pada jenis kertas dan botol karena ada nilai ekonominya. Sementara itu, sampah plastik berupa bungkus makanan dan minuman sering terbuang begitu saja. "Dan jenis sampah ini yang menjadi pemilihan kita," kata Ketua Tempe Sabar ini saat ditemui wartawan di Kedungkandang, Kota Malang, Ahad (13/8/2023).
Susi dan sejumlah penggerak pun mulai mencari cara bagaimana semua jenis sampah termasuk jenis kemasan plastik makanan, beling kaca dan kresek dapat dikelola dengan baik. Kemudian pada akhirnya ditemukan pengepul sampah di wilayah Singosari, Kabupaten Malang yang mau menerima semua jenis sampah untuk dikelola. Pihaknya pun bekerja sama dengan pengepul tersebut dan bersedia menerima berapapun jumlah uang yang diberikan saat penukaran sampah.
Setelah itu, Susi dan para penggerak pun mendirikan bangunan sederhana sebagai tempat pemilahan sampah. Bangunan sederhana ini dibangun oleh urunan masyarakat di atas lahan warga seluas 250 meter persegi. Dari sini, lokasi Tempat Pemilah Sampah Barokah (Tempe Sabar) pun resmi didirikan pada 14 Agustus 2022.
Saat mengawali program ini, Susi menilai tidak ada keberatan yang dirasakan masyarakat. Ia hanya berusaha mengedukasi dan memotivasi mereka saat kegiatan Dasawisma PKK terkait mengelola sampah. Bahkan, dia mencontohkan dirinya bagaimana mengumpulkan bungkusan plastik makanan untuk kemudian dijual dan menghasilkan uang.
Aksi Gerakan Sedekah Sampah Indonesia (Gradasi) Tempe Sabar lambat laun mendapatkan respons positif dari masyarakat. Hal ini terbukti dengan jumlah relawan yang mencapai 20 orang. Mereka bertugas untuk mengumpulkan dan memilah sampah dari masyarakat yang berkenan dikelola di tempatnya.
Selama satu tahun berdiri, aksi Gradasi Tempe Sabar berhasil memberikan santunan dan sedekah kepada anak yatim piatu, kaum dhuafa dan petugas kebersihan. Bahkan, hal ini berhasil dilakukan sebanyak dua kali. Santunan dan sedekah ini dapat diberikan melalui hasil penjualan sampah yang dikelola di Tempe Sabar.
Menurut Susi, santunan atau sedekah pertama berlangsung pada halal bi halal pada Idul Fitri lalu. Setidaknya ada 22 penerima sedekah yang terdiri atas 16 yatim piatu, dan masing-masing tiga petugas kebersihan serta dhuafa.
Sementara itu, santunan atau sedekah kedua berlangsung pada 13 Agustus 2023. Pada kesempatan ini, dia memberikan sedekah kepada 11 orang yang terdiri atas empat anak yatim piatu, empat orang dhuafa dan tiga petugas kebersihan. Santunan yang diberikan pada tahap ini berasal dari penjualan sampah yang berhasil dikelola sebanyak 3,5 ton.
Adapun mengenai hasil penjualan sampah, Susi tidak mengetahui betul besarannya. Namun, dia memastikan jumlahnya masih di bawah Rp 10 juta.
Susi berharap gerakan yang dilakukan di tempatnya dapat dilakukan di wilayah lainnya. Sebab, ia meyakini aksinya mampu memberikan perubahan positif di masyarakat. Meskipun belum semua warga mengikuti aksinya, ia melihat sudah tidak ada lagi sampah beling dan kemasan makanan yang berserakan di lingkungannya.
Sementara itu, Ketua RT 07 Hadi Prayitno mengaku memang belum semua warga mengikuti aksi Gradasi Tempe Sabar. Hal ini karena ada perbedaan pandangan saja terhadap pengelolaan sampah. Meksipun demikian, ia memastikan 50 sampai 70 persen dari 115 KK di lingkungannya telah mengikuti aksi ini.
Selanjutnya, Hadi berencana dapat mengelola sampah organik di Tempe Sabar. "Mau kita kembangkan budidaya maggot. Maunya di daerah (dekat bangunan Tempe Sabar) sini juga," ucap pria berusia 53 tahun tersebut.
Kader Lingkungan Kecamatan Kedungkandang, Wasto berpendapat komunitas di Tempe Sabar memiliki kelebihan tersendiri. Salah satunya mereka bersedia menerima seluruh jenis sampah termasuk kaca, pecahan, plastik, saset kompos dan lain sebagainya. Oleh karena itu, aksi mereka sudah seharusnya mendapatkan penghargaan karena memberikan dampak siginifikan.
"Bayangkan dari sampah bisa berikan santunan, bisa sedekah dhuafa. Satu perbuatan positif yang mulia. Menghimpun sampah juga sudah mulia. Lah kok hasilnya masih dibagikan ke dhuafa, yatim. Itu kan berlipat-lipat kebaikannya sehingga kalau masyarakat sebagian punya pemikiran itu dan merealisasikan semacam ini, maka hidup di Malang akan lebih nyaman," ungkap pria yang pernah menjabat sebagai Sekda Kota Malang tersebut.