Senin 14 Aug 2023 08:42 WIB

Waketum MUI Soroti Biaya Politik Pileg di DKI

Politik uang saat pemilu dinilai sulit dihindari.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Waketum MUI Soroti Biaya Politik Pileg di DKI. Foto: Buya Anwar Abbas.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Waketum MUI Soroti Biaya Politik Pileg di DKI. Foto: Buya Anwar Abbas.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Anwar Abbas menyoroti mahalnya ongkos politik calon anggota legislatif (caleg) di DKI Jakarta yang disebut mencapai Rp 40 miliar. Biaya politik calon wakil rakyat itu pun membuatnya geleng-geleng kapala. 

"Membaca pernyataan salah seorang petinggi partai yang mengatakan biaya atau ongkos untuk bisa duduk menjadi anggota DPR dari daerah pemilihan Jakarta sangat mahal yaitu sebesar Rp 40 miliar. Hal ini tentu saja membuat kita  geleng-geleng kepala," ujar Anwar Abbas dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (14/8/2023). 

Baca Juga

Mahalnya ongkos politik itu diungkapkan Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin saat memberikan sambutan pada pidato kebangsaan di Gedung Joeang 45, Jakarta Pusat, Jumat (11/8/2023) malam. 

"Bahkan kata yang bersangkutan (Cak Imin), jika sang calon hanya memiliki modal Rp 20 miliar hingga Rp 25 miliar maka besar kemungkinan mereka tidak akan pernah bisa melaju ke Senayan," ucap Buya Anwar. 

Jadi, menurut Buya Anwar, yang namanya politik uang dalam Pemilu sudah menjadi sesuatu yang sangat sulit untuk dihindari. Karena, menurut dia, tanpa adanya uang dari calon legislatif, masyarakat sekarant enggan untuk memilihnya. Menurut dia, masyarakat sekarang ini sudah rusak.

"Apalagi sesuatu yang akan diberikan kepada para pemilih itu sekarang menurut politisi tersebut tidak cukup hanya berupa kaos dan atau kerudung saja tetapi kulkas. Jadi dengan demikian dapat disimpulkan hanya orang kaya atau orang yang dibiayai oleh orang kaya sajalah yang bisa berkuasa dan bisa menang dalam Pemilu," kata Buya Anwar. 

Ketua PP Muhammadiyah ini mengatakan, hal tersebut tentu sangat patut disesalkan. Karena, masyarakat tidak mungkin mau menaruh harapannya kepada orang yang hanya sibuk berpikir untuk dapat mengembalikan investasi yang sudah dia tanam atau hutang yang harus dia bayar ketika nyalon. 

"Sehingga akibatnya dunia politik kita sudah bagaikan sebuah pasar di mana para pelaku yang ada sibuk bertransaksi untuk kepentingan dirinya dan kelompok serta partainya," jelas Buya Anwar. 

Bahkan, lanjut dia, bisa dilihat bahwa mereka tidak segan-segan melakukan apapun, termasuk mewarnai ayat dan pasal dalam pembahasan sebuah rancangan Undang-Undant (UU) yang kemudian disahkan menjadi UU. Menurut Buya Anwar, UU tersebut pun sangat-sangat merugikan rakyat dan juga sangat bertentangan dengan jiwa dan semangat dari UUD 1945.

"Hal ini bisa terjadi karena yang penting bagi mereka bukanlah bagaimana mereka bisa memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat serta patuh kepada konstitusi tapi adalah bagaimana caranya supaya modal yang sudah mereka tanam bisa kembali dan keuntungan yang mereka inginkan bisa mereka dapatkan," ujar dia.

Jika dalam Pemilu yang akan datang hal serupa masih saja terus terjadi, maka menurut Buya Anwar, sangat tipis sekali harapan rakyat, terutama nasib mereka-mereka yang ada di lapis bawah akan bisa berubah. 

"Untuk itu kita harus bisa mengusahkan secara bersama-sama bagaimana caranya agar Pemilu 2024 yang akan datang benar-benar bisa dilaksanakan dengan biaya atau ongkos yang semurah-murahnya," ucap Buya Anwar 

Hanya dengan itulah, tambah dia, masyarakat akan bisa mendapatkan anggota DPR yang benar-benar mampu mencerminkan dirinya sebagai wakil rakyat. "Ini penting karena dengan hal seperti itulah kita akan bisa berharap di negeri ini akan dapat tercipta sebuah perubahan yang benar-benar berarti dan bermakna, di mana rakyatnya akan bisa hidup dengan aman, tentram, damai, sejahtera dan bahagia. Semoga," kata Buya Anwar. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement