REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Anggota parlemen Iran akan meninjau undang-undang hijab yang kontroversial secara tertutup. RUU Jilbab dan Kesucian akan memberlakukan serangkaian hukuman baru pada wanita yang tidak mengenakan hijab.
Dilaporkan BBC, Ahad (13/8/2023), RUU ini sebagai tanggapan atas protes massa berbulan-bulan yang dipicu oleh kematian seorang wanita dalam tahanan, yang dituduh tidak mengenakan jilbab sesuai aturan. Parlemen dapat menyetujui percobaan RUU tersebut antara tiga sampai lima tahun.
RUU ini harus melewati persetujuan Dewan Penjaga Iran. Setelah persidangan dimulai, anggota parlemen dapat mengubah rancangan undang-undang itu menjadi undang-undang permanen.
Anggota parlemen meminta Pasal 85 konstitusi Iran untuk memajukan menjadi undang-undang. Hal ini memungkinkan komite parlemen untuk meninjau RUU tanpa debat publik. Pemungutan suara, yang berlangsung dalam sesi terbuka parlemen, menghasilkan 175 anggota mendukung langkah tersebut, sementara 49 lainnya menentang.
Anggota parlemen Mohammad Rashidi mengatakan, anggota parlemen akan memilih untuk menentukan berapa lama undang-undang itu harus diterapkan untuk eksperimen. Namun anggota parlemen Gholamreza Nouri-Qezeljeh memperingatkan, langkah tersebut berbahaya karena sebagian besar RUU itu berfokus pada kriminalisasi dan penghukuman pelanggaran terkait jilbab.
Hijab adalah simbol politik yang kuat di Iran. Banyak wanita telah secara terbuka melanggar undang-undang aturan berpakaian, yaitu dengan mengenakan hijab mereka secara tidak benar atau tidak mengenakannya sama sekali. Langkah ini sebagai protes atas kematian Mahsa Amini dalam tahanan polisi karena diduga melanggar aturan penggunaan hijab.
Kematian Amini memicu protes massa berbulan-bulan di Iran. Protes ini membuat unit polisi moralitas menghentikan patroli untuk sementara. Namun Juli lalu, mereka kembali melanjutkan patrolinya.
Ini bukan pertama kalinya Iran menerapkan Pasal 85 untuk memaksakan undang-undang yang mengekang hak-hak sipil. Pada Agustus 2021, politisi memberikan suara dengan menggunakan pasal itu untuk meninjau undang-undang internet yang kejam. Keputusan ini ditanggapi dengan kritik keras oleh kelompok hak asasi manusia.