Selasa 15 Aug 2023 07:37 WIB

Sejarah Singkat Politik Modern Inggris

Akar politik Inggris modern dapat ditelusuri hingga ke Abad Pertengahan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
Dalam foto yang disediakan oleh Parlemen Inggris ini, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak berbicara selama Pertanyaan Perdana Menteri di House of Commons, London, Rabu, 11 Januari 2023.
Foto: UK Parliament/Jessica Taylor via AP
Dalam foto yang disediakan oleh Parlemen Inggris ini, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak berbicara selama Pertanyaan Perdana Menteri di House of Commons, London, Rabu, 11 Januari 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, Sejarah politik modern di Inggris merupakan kain warna-warni yang ditenun oleh transformasi sosial, budaya, dan institusi selama berabad-abad. Mulai dari Magna Carta pada abad ke-13 hingga demokrasi parlementer saat ini, lanskap politik Inggris mengalami perubahan mendalam yang membentuk tata kelola, hak, dan partisipasi warga negara negara ini.

Akar politik Inggris modern dapat ditelusuri hingga ke Abad Pertengahan, ketika dokumen hukum yang membentuk dasar tata pemerintahan perwakilan dan hak individu dituliskan. Magna Carta, yang ditandatangani pada tahun 1215, menandai momen penting dalam sejarah dengan membatasi kekuasaan monarki dan menegaskan prinsip bahkan penguasa tunduk pada hukum. Konsep pemerintahan terbatas dan perlindungan hak individu ini akan menjadi pusat pemikiran politik modern di Inggris.

Baca Juga

Periode Dinasti Tudor dan Stuart menyaksikan perkembangan signifikan dalam hubungan antara monarki, Parlemen, dan rakyat. Monarki Tudor, terutama Henry VIII dan Elizabeth I, menegaskan supremasi kerajaan atas Gereja dan mengkonsolidasikan kekuasaannya.

Namun, monarki Stuart, terutama James I dan Charles I, menghadapi ketegangan yang semakin meningkat dengan Parlemen terkait isu-isu seperti perpajakan, agama, dan kebebasan sipil. Ketegangan ini mencapai puncaknya dalam Perang Saudara Inggris (1642-1651) dan eksekusi Charles I, mengarah pada republik yang singkat di bawah pimpinan Oliver Cromwell.

Abad ke-17 menyaksikan momen penting dalam evolusi politik Inggris dengan Revolusi Agung tahun 1688. William of Orange dan Mary Stuart diundang untuk naik takhta, menghasilkan monarki konstitusional yang lebih lanjut membatasi kekuasaan monarki dan mengukuhkan supremasi Parlemen.

Undang-Undang Hak Asasi Manusia (1689) mengokohkan prinsip-prinsip penting, termasuk larangan campur tangan kerajaan dalam perdebatan parlementer dan perlindungan hak-hak individu seperti hak memiliki senjata dan hak atas pengadilan yang adil.

Pada abad ke-18 lahirlah Zaman Pencerahan, periode yang ditandai oleh fermentasi intelektual dan munculnya filsafat politik. Pemikir seperti John Locke, Montesquieu, dan Thomas Paine mengartikulasikan gagasan tentang hak-hak alamiah, pemisahan kekuasaan, dan kontrak sosial, yang sangat mempengaruhi arah politik modern di Inggris. Gagasan-gagasan ini menemukan resonansi dalam perdebatan tentang tata pemerintahan dan hubungan antara penguasa dan yang diperintah.

Revolusi Industri pada abad ke-18 dan ke-19 membawa perubahan transformasional dalam ekonomi, masyarakat, dan politik Inggris. Urbanisasi, peningkatan industrialisasi, dan pertumbuhan kelas pekerja membawa masalah sosial yang mendesak. Gerakan reformasi muncul, memperjuangkan hak-hak pekerja, perluasan hak pilih, dan kondisi hidup yang lebih baik. Undang-Undang Reformasi tahun 1832, 1867, dan 1884 secara bertahap memperluas hak pilih dan mengubah lanskap politik dengan memperluas representasi.

Abad ke-19 menyaksikan evolusi berkelanjutan demokrasi parlementer. Pembentukan partai politik, terutama Whigs dan Tories (kemudian dikenal sebagai Liberal dan Konservatif), mengokohkan sistem partai dan memberikan struktur pada kompetisi politik. Perdana Menteri muncul sebagai kepala pemerintahan, sementara kekuasaan monarki terus memudar, terbatas pada tugas-tugas seremonial. Pertumbuhan pelayanan sipil yang kuat juga berkontribusi pada efektivitas administrasi pemerintahan.

Abad ke-20 membawa sejumlah tantangan dan peluang bagi politik modern di Inggris. Dampak Perang Dunia I membawa perluasan hak pilih untuk wanita di atas usia 30 tahun dan untuk semua pria di atas usia 21 tahun, langkah penting menuju hak pilih universal. Paska Perang Dunia II yang menghancurkan mengarah pada peninjauan kembali kesejahteraan sosial dan pembentukan Layanan Kesehatan Nasional (NHS) pada tahun 1948, ciri khas negara kesejahteraan Inggris.

Pada paruh kedua abad ke-20, isu devolusi semakin mencuat, dengan Skotlandia dan Wales mendapatkan badan legislatif mereka sendiri pada tahun 1999. Ini menandai pergeseran signifikan dalam lanskap politik Inggris, mengakui identitas dan aspirasi unik dari wilayah-wilayah ini sambil merangsang rasa otonomi dan otonomi pemerintahan sendiri.

Memasuki abad ke-21, Inggris menghadapi berbagai tantangan dan peluang yang kompleks. Globalisasi, revolusi digital, dan demografi yang berubah membawa dimensi baru ke dalam wacana politik. Debat tentang hubungan Inggris dengan Uni Eropa, kebijakan imigrasi, keberlanjutan lingkungan, dan ketidaksetaraan sosial terus membentuk arah politik Inggris modern.

Sejarah politik modern di Inggris merupakan perjalanan dinamis yang ditandai oleh pergeseran bertahap dari monarki mutlak ke demokrasi parlementer, dari pernyataan hak individu hingga perluasan hak pilih dan reformasi sosial. Warisan Magna Carta, prinsip-prinsip Pencerahan, dan perjuangan individu dan gerakan tanpa henti berkontribusi pada lanskap politik Inggris, membentuk sistem yang menghargai supremasi hukum, partisipasi warga negara, dan pengembangan masyarakat yang adil dan setara. 

Inggris menghadapi tantangan masa kini dan melihat ke masa depan, sejarah panjang evolusi politiknya terus menginspirasi dan membimbing jalannya ke depan. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement