REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian ESDM mencatat hingga tahun ini kebutuhan LPG baik subsidi maupun non subsidi makin meningkat. Sayangnya, minimnya cadangan dan fasilitas pengolahan memaksa Indonesia mengimpor 78 persen dari total kebutuhan LPG.
Kepala Biro Perencanaan Kementerian ESDM Chrisnawa Anditya menjelaskan saat ini selain masih bergantung pada impor, konflik geopolitik membuat harga gas maupun minyak mentah makin tak terkendali. Jika tak beralih ke energi bersih, pada tahun 2060 mendatang, Indonesia akan sepenuhnya bergantung pada impor.
"Saat ini, 36 persen kebutuhan minyak mentah impor, kebutuhan BBM 37 persennya masih impor. Sedangkan LPG 78 persen juga impor. Padahal kebutuhan energi terus meningkat dari tahun ke tahun," ujar Chrisnawan, Selasa (15/8/2023).
Ia mengatakan pada 2060 mendatang kebutuhan atas minyak mentah mencapai 4.397 MBOPD. Padahal, saat ini tantangan hulu migas Indonesia adalah penemuan cadangan baru. Jika tak ada eksplorasi baru, bahkan pada 2060 mendatang Indonesia hanya mampu memproduksi 81 MBOPD.
"Impor akan terus menerus meningkat dan membebani keuangan negara," kata Chrisnawan.
Ia mengatakan langkah pemerintah dalam mendorong transisi energi dan mengajak masyarakat hemat energi menjadi sangat krusial. Apalagi Indonesia memiliki sumber daya EBT yang berlimpah.
"Potensinya lebih dari 3.600 GW. Dari surya, hydro, bioenergi, bayu sampai panas bumi dan laut. Sampai saat ini pemanfaatnya memang relatif kecil," kata Chrisnawan.