Selasa 15 Aug 2023 16:28 WIB

Ekonom Proyeksikan IHSG Capai Level 7.700 pada Akhir 2023

Diperkirakan nilai tukar rupiah akan mencapai kisaran Rp 14.900 sampai Rp 15.100.

Red: Lida Puspaningtyas
Pekerja berada di depan layar yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (26/4/2023). Usai cuti bersama Lebaran 2023, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Rabu (26/4) dibuka menguat 60 poin (0,88 persen) ke 6.877.
Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Pekerja berada di depan layar yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (26/4/2023). Usai cuti bersama Lebaran 2023, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Rabu (26/4) dibuka menguat 60 poin (0,88 persen) ke 6.877.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Chief Economist & Investment Strategic PT Manulife Asset Manajemen Indonesia Katarina Setiawan memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan menyentuh level 7.700 pada akhir 2023.

“IHSG targetnya ada di 7.700 berdasarkan PE 14,3 kali, dan pertumbuhan laba 6 persen tahun ini,” kata Katarina dalam acara diskusi 'Market Update: No Harsh Landing' yang digelar Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) secara virtual di Jakarta, Selasa (15/8/2023).

Selain itu, ia memperkirakan neraca transaksi berjalan atau Current Account (CA) akan kembali ke defisit setelah surplus. Namun defisitnya akan kecil di sekitar 0,5 sampai 1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dengan basis asumsi yang lebih dekat ke arah 0,5 persen.

Angka inflasi juga diprediksi akan tetap terjaga di bawah 4 persen. Sebagai landasan indikator makro ekonomi, Katarina memprediksi suku bunga acuan tak melebihi 5,75 persen, sementara pertumbuhan PDB akan berkisar antara 4,8 sampai 5,3 persen hingga akhir tahun nanti.

Dari segi nilai tukar, diperkirakan nilai tukar rupiah akan mencapai kisaran Rp 14.900 sampai Rp 15.100.

Dari segi risiko, Katarina menyampaikan bahwa investor perlu mencermati sejumlah hal. Pertama, dampak kebijakan bank sentral terhadap pertumbuhan ekonomi global dan kebijakan moneter negara berkembang.

Kedua, faktor geopolitik yang bisa memunculkan ketidakpastian pada berbagai kebijakan dan dampaknya terhadap sentimen investasi. Selain itu, jelang Pemilu, investasi dan belanja modal diperkirakan akan mengalami penurunan.

Ketiga, harga komoditas yang diperkirakan akan mengalami normalisasi tentunya bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi, cadangan devisa, dan defisit fiskal.

Pada kesempatan yang sama, Director & Chief Investment Officer, Fixed Income Ezra Nasula Ridha juga memproyeksikan target yield atau imbal hasil obligasi 10 tahun akan berada di level 6 sampai 6,25 persen.

“Kami optimistis pasar obligasi Indonesia akan terus menunjukkan kekuatan, dimana imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun bisa kembali ke kisaran 6,00 persen sampai 6,25 persen,” pungkasnya.

Pemerintah telah merevisi defisit anggaran 2023 dengan total target pendapatan dinaikkan 7 persen, sedangkan belanja ditingkatkan 2 persen. Dengan demikian, target pembiayaan terpangkas. Pasar obligasi yang terkendali di tengah defisit anggaran yang mengecil dan saldo SAL yang besar menjadi katalis penting pasar obligasi tahun ini.

Pasar obligasi Indonesia hingga tahun berjalan menunjukkan hasil yang positif sebesar 7,4 persen year to date (ytd), mengungguli pasar obligasi di emerging market 4,5 persen dan global 2,1 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement