Rabu 16 Aug 2023 00:34 WIB

Menhan Rusia Sebut Ukraina Kehabisan Senjata

Perang telah mengekspos kerentanan pada sistem persenjataan Barat.

Rep: Amri Amrullah   / Red: Friska Yolandha
 Tentara Ukraina menembakkan senjata antipesawat ke posisi dekat Bakhmut, wilayah Donetsk, Ukraina timur,  Sabtu (4/2/2023), di tengah invasi Rusia. Prajurit Ukraina telah memasang senjata anti-pesawat S-60 era Soviet di truk untuk mobilitas dan kinerja pertempuran yang lebih baik. Kota garis depan Bakhmut, target utama pasukan Rusia, telah mengalami pertempuran sengit selama berbulan-bulan.
Foto: EPA-EFE/SERGEY SHESTAK
Tentara Ukraina menembakkan senjata antipesawat ke posisi dekat Bakhmut, wilayah Donetsk, Ukraina timur, Sabtu (4/2/2023), di tengah invasi Rusia. Prajurit Ukraina telah memasang senjata anti-pesawat S-60 era Soviet di truk untuk mobilitas dan kinerja pertempuran yang lebih baik. Kota garis depan Bakhmut, target utama pasukan Rusia, telah mengalami pertempuran sengit selama berbulan-bulan.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan kepada para pejabat pada Selasa (15/8/2023), bahwa kemampuan Ukraina untuk bertempur telah hampir habis. Dan ia mengatakan bahwa perang telah mengekspos kerentanan pada sistem persenjataan Barat yang akan segera dibagikan oleh Moskow.

Perang telah menimbulkan kehancuran di wilayah timur dan selatan Ukraina, menewaskan atau melukai ratusan ribu orang dan memicu keretakan terbesar dalam hubungan Rusia dengan Barat sejak Krisis Rudal Kuba tahun 1962.

Baca Juga

Ukraina dan Barat menuduh Rusia melakukan kejahatan perang dan menganggap invasi Moskow sebagai perampasan tanah ala kekaisaran. Sementara Kremlin menganggap konflik ini sebagai pertempuran eksistensial dengan Barat yang ingin memecah belah Rusia.

Berbicara dalam sebuah konferensi keamanan di Moskow yang dihadiri oleh Menteri Pertahanan Cina Li Shangfu, Menteri Pertahanan Sergei Shoigu mengatakan bahwa konflik ini merupakan ujian serius bagi Rusia. "Dalam operasi militer khusus ini, tentara Rusia telah mematahkan banyak mitos tentang keunggulan standar militer Barat," kata Shoigu dalam sebuah pidato.

"Hasil awal dari operasi tempur menunjukkan bahwa sumber daya militer Ukraina hampir habis," kata Shoigu, salah satu sekutu terkuat Presiden Vladimir Putin ini. Walau dia tidak memberikan bukti terperinci demi mendukung pernyataannya.

Barat menganggap perang ini sebagai kesalahan strategis terbesar Moskow sejak invasi Soviet ke Afghanistan tahun 1979. Pemimpin Barat mengatakan bahwa mereka ingin mengalahkan Rusia di medan perang Ukraina. 

Padahal, kata dia, Serangan balasan Ukraina sejauh ini gagal menghasilkan keberhasilan teritorial yang besar. Rusia mengatakan bahwa mereka akan mencapai semua tujuannya di Ukraina, yang mereka anggap sebagai boneka Barat. 

Rusia telah berulang kali mengindikasikan bahwa mereka siap untuk berperang dalam waktu yang lama dan telah menempatkan sebagian besar ekonominya yang bernilai 2 triliun dolar AS untuk berperang. Menhan Shoigu mengatakan bahwa dia akan berbagi rincian tentang kelemahan senjata Barat dan tidak ada yang kebal.

"Kami memiliki data tentang penghancuran tank Jerman, kendaraan lapis baja Amerika, rudal Inggris, dan sistem persenjataan lainnya," katanya. "Kami siap untuk berbagi penilaian kami dengan mitra kami."

Shoigu menuduh Ukraina berulang kali menggunakan infrastruktur sipil untuk menyembunyikan tentara dan peralatan militer berat dan bahwa Kiev telah menembaki pemukiman sipil di Ukraina timur yang dikuasai Rusia. Ukraina, katanya, telah menggunakan kesepakatan biji-bijian Laut Hitam sebagai kedok untuk membangun gudang senjata dan amunisi di Odesa dan pelabuhan-pelabuhan lainnya. Ukraina telah berulang kali membantah menggunakan infrastruktur sipil untuk tujuan militer dan menyangkal adanya penargetan warga sipil.

Dalam pernyataan yang ditujukan kepada Cina, Shoigu mengatakan bahwa Barat sengaja memicu situasi di sekitar Taiwan, dan membandingkan situasinya dengan perang Ukraina. "Dalam kondisi seperti ini, hubungan bilateral antara Rusia dan Cina telah melampaui tingkat hubungan strategis dalam segala hal, menjadi lebih dari sekadar sekutu," kata Shoigu.

 

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement