Oleh : Satria Kartika Yuda, Redaktur Polhukam Republika.
REPUBLIKA.CO.ID, Polusi udara di Ibu Kota semakin buruk. Kualitas udara yang kita hirup bisa membahayakan kesehatan. Tapi pertanyaannya, apa yang sudah kita lakukan untuk mengurangi polusi udara?.
Menangani polusi udara menjadi tanggung jawab bersama. Masalah ini tak akan selesai jika hanya ditumpukan kepada pemerintah. Harus ada kesadaran yang tinggi dari masyarakat dan dunia usaha untuk menekan emisi.
Aksi bersama untuk mengurangi polusi mendesak dilakukan mengingat tingkat kualitas udara yang mengkhawatirkan. Berdasarkan laman AQ Air, indeks kualitas udara di Jakarta sepanjang 15 Juli-14 Agustus 2023, misalnya, paling rendah berada pada level 110 atau tidak sehat bagi kelompok sensitif.
Adapun pada Senin (14/8/2023) pukul 09.00 WIB, hari dimana Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas soal polusi udara, indeks kualitas udara Jakarta berada pada level 152-159 yang masuk dalam kategori tidak sehat.
Indeks kualitas udara yang tidak sehat untuk kelompok sensitif berada pada rentang 101-150. Jika kualitas udara berada pada kategori ini, setiap orang berisiko mengalami iritasi mata, kulit, dan tenggorokan serta masalah pernapasan. Masyarakat harus sangat mengurangi aktivitas di luar ruangan. Namun, kelompok sensitif memiliki risiko kesehatan yang lebih besar dan disarankan menghindari semua aktivitas di luar ruangan.
Sedangkan jika kualitas udara tidak sehat, berpotensi menyebabkan peningkatan gangguan jantung dan paru-paru, terutama untuk kelompok sensitif. Setiap orang harus menghindari aktivitas di luar ruangan dan memakai masker polusi.
Merujuk pada Laporan Inventarisasi Emisi Pencemar Udara DKI Jakarta 2020, sektor industri dan transportasi menjadi penyumbang terbesar polusi udara. Studi itu merupakan kerja sama Pemprov DKI dengan Vital Strategies dan Bloomberg Philanthropies.
Laporan itu menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur menjadi penghasil emisi terbesar sulfur dioksida (SO2) dengan persentase mencapai 61,9 persen dari seluruh sektor. Penyebab tingginya emisi SO2 di industri manufaktur disebabkan penggunaan bahan bakar batu bara. Meski porsi penggunaan bahan bakar batu bara hanya empat persen, namun menghasilkan emisi S02 sebesar 64 persen.
Sedangkan untuk polutan PM 2,5, sektor transportasi menjadi sumber pengemisi terbesar. Porsinya mencapai 67,3 persen.
Mengutip laman IQ Air, PM 2,5 yang merupakan partikel berukuran 2,5 mikron atau kurang, merupakan ancaman kesehatan terbesar. Karena ukurannya yang kecil, ia tetap melayang di udara untuk waktu yang lama dan dapat diserap jauh ke dalam aliran darah saat terhirup.
Pada Senin (14/8/2023) siang, PM 2,5 Jakarta mencapai 71,1 mikrogram per meter kubik atau tidak sehat. PM 2,5 menjadi polutan utama Jakarta dibandingkan polutan lainnya. Konsentrasi PM 2,5 di Ibu Kota mencapai 14,2 kali lebih tinggi dari panduan kualitas udara tahunan WHO.
Pemerintah sejatinya sudah merancang dan menjalankan berbagai program untuk menekan emisi, salah satunya transisi energi. Pemerintah menggencarkan penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk pembangkit listrik hingga bahan bakar kendaraan. Pembangkit listrik batu bara akan dipensiunkan. Kemudian, pembangunan ekosistem kendaraan listrik juga dimasifkan.
Akan tetapi, butuh waktu panjang hingga puluhan tahun agar semua target program peralihan ke energi bersih tercapai dan terimplementasi dengan baik di Tanah Air. Selama kurun waktu itu, apakah kita rela menghirup udara yang tidak sehat?
Di sinilah peran masyarakat dibutuhkan. Salah satu langkah cepat yang bisa dilakukan masyarakat luas guna mengurangi polusi udara adalah dengan beralih ke transportasi umum. Walaupun mayoritas transportasi umum di Tanah Air masih lebih banyak yang belum menggunakan energi bersih, tapi setidaknya kita bisa mengurangi tingkat pencemaran udara dari sektor transportasi.
Memang, butuh perjuangan untuk beralih ke transportasi umum. Para pekerja yang biasa menggunakan KRL, misalnya, mereka harus rela berdesak-desakan. Biaya yang dikeluarkan untuk menggunakan transportasi umum juga bisa lebih besar dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi, seperti sepeda motor. Terkadang, waktu tempuh pun bisa lebih lama jika menggunakan transportasi umum.
Untuk mencapai suatu tujuan memang butuh pengorbanan. Tapi, itu semua jauh lebih baik daripada kita mengorbankan kesehatan gara-gara polusi udara yang semakin buruk.
Di sisi lain, pemerintah juga harus terus mempercepat integrasi moda transportasi umum. Infrastruktur dan fasilitas transportasi yang memadai, bisa diandalkan ketepatan waktunya, diharapkan bisa mengubah gaya hidup masyarakat untuk beralih ke transportasi umum.
Keberadaan LRT Jabodebek perlu dioptimalkan oleh pemerintah agar masyarakat, khususnya pekerja dari kota satelit, untuk meninggalkan kendaraan pribadi. Tentu, tarifnya juga mesti terjangkau agar pekerja kelas menengah bawah mau meninggalkan sepeda motornya.
Sekali lagi, menekan polusi udara jadi tanggung jawab bersama. Pemerintah bertanggung jawab menerapkan kebijakan dan program yang bisa mengurangi pencemaran udara. Sementara, masyarakat jangan hanya bisa mengeluh soal buruknya polusi udara, tapi juga mesti bergerak bersama menjaga kualitas udara.