REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Mantan perdana menteri Malaysia Muhyiddin Yassin dibebaskan oleh pengadilan tinggi dari empat tuduhan korupsi pada Selasa (15/8/2023). Keputusan ini beberapa hari setelah blok oposisi memperluas pengaruhnya dalam pemilihan lokal.
Pria berusia 76 tahun ini mengatakan, pengadilan tinggi memutuskan mendukung permohonannya untuk membatalkan empat dakwaan penyalahgunaan kekuasaannya untuk mendapatkan suap 232,5 juta ringgit untuk partainya Bersatu. Dia didakwa pada Maret dan masih menghadapi tiga tuduhan pencucian uang yang melibatkan 200 juta ringgit.
"Sejak awal, saya telah mengatakan bahwa ini adalah tuduhan bermotif politik. Saya tidak melakukan kesalahan apapun... dan hari ini telah terbukti bahwa ini adalah tuduhan palsu," kata Muhyiddin kepada wartawan di luar gedung pengadilan.
Pengacara Muhyiddin, Hisyam Teh Poh Teik, mengatakan, pengadilan setuju dengan pembelaan terdakwa. Dakwaan itu dinilai cacat hukum dan tidak memiliki rincian tentang cara pelanggaran dilakukan.
Dengan gugurnya empat dakwaan utama, Teh mengatakan, mereka yakin tiga dakwaan pencucian uang lainnya tidak akan berlaku. Tuduhan korupsi berkisar pada pemberian kontrak kepada kontraktor etnis Melayu terpilih yang diduga sebagai imbalan suap.
Dia juga diduga menyetujui banding oleh seorang taipan bisnis atas pembatalan pembebasan pajaknya. Jaksa mengatakan, akan mengajukan banding atas keputusan pengadilan tersebut.
Muhyiddin adalah mantan pemimpin kedua yang didakwa melakukan kejahatan setelah mantan perdana menteri Najib Razak. Najib menghadapi banyak dakwaan hukum setelah kalah dalam pemilihan umum 2018. Dia pun memulai hukuman penjara 12 tahun tahun lalu setelah kalah dalam banding terakhirnya dalam sidang pertama dari beberapa kasus korupsi.
Kemenangan hukum Muhyiddin datang hanya beberapa hari setelah pemilihan negara bagian yang diperebutkan dengan sengit mengembalikan status quo. Namun blok Perikatan Nasional (PN) nasionalis Melayu Muhyiddin semakin memperluas pengaruhnya di antara mayoritas orang Melayu di negara itu dalam hasil yang memperdalam polarisasi etnis Malaysia.
Perdana Menteri Anwar Ibrahim menolak tuduhan bahwa dakwaan terhadap Muhyiddin bermotivasi politik. Dia mencatat bahwa penyelidikan dilakukan secara independen oleh lembaga antikorupsi.
Setelah mengambil alih kekuasaan pada November, Anwar memerintahkan peninjauan proyek-proyek pemerintah yang disetujui oleh pemerintahan sebelumnya, termasuk pemerintahan Muhyiddin dari Maret 2020 hingga Agustus 2021. Dia mengatakan, banyak proyek terlalu mahal dan diberikan tanpa tender.
Dua anggota senior partai Bersatu pimpinan Muhyiddin juga didakwa melakukan korupsi. Komisi pemberantasan korupsi juga membekukan rekening partai Bersatu.
Anwar dan Muhyiddin bersaing untuk mendapatkan jabatan perdana menteri setelah pemilihan umum pada November lalu menghasilkan suara parlemen yang digantung. Blok Muhyiddin menerima dukungan yang lebih kuat dari kelompok Melayu, yang merupakan dua pertiga dari 33 juta penduduk Malaysia. Namun Raja Malaysia kemudian menunjuk Anwar sebagai perdana menteri setelah dia membentuk pemerintahan persatuan dengan bekas saingannya.