Kamis 17 Aug 2023 00:04 WIB

Karena Peta Hingga Muatan LGBT, Deretan Negara Ini Larang Penayangan Barbie

Barbie telah berhasil meraup 1,18 miliar dolar AS dari penyayangan secara global.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Salah satu adegan di film Barbie (2023).
Foto: Dok Warner Bros. Pictures
Salah satu adegan di film Barbie (2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Film Barbie disambut dengan antusiasme yang besar dari penggemar di berbagai negara. Film garapan sutradara Greta Gerwig ini bahkan berhasil mengantongi pemasukan sebesar 1,18 miliar dolar AS atau sekitar Rp 18 triliun dari penayangan global. Meski begitu, sejumlah negara memilih untuk tidak menayangkan film ini.

Salah satu negara yang melarang penayangan film Barbie adalah Vietnam. Larangan ini muncul karena salah satu adegan dalam film Barbie menampilkan gambar peta yang cukup kontroversial.

Baca Juga

Sekilas, peta tersebut tampak seperti peta yang dibuat oleh anak-anak menggunakan krayon. Peta tersebut menjadi kontroversial karena menampilkan sembilan garis putus-putus Cina pada area laut yang menjadi sengketa di antara Cina dan beberapa negara lain, seperti Vietnam dan Filipina.

Kemunculan peta tersebut membuat pemerintah Vietnam memutuskan untuk melarang penayangan Barbie. Sedangkan di Filipina, Barbie boleh ditayangkan di bioskop setelah kemunculan peta kontroversial dalam film ini diburamkan atau disensor, seperti dilansir OutlookIndia pada Rabu (16/8/2023).

Rusia juga menerapkan larangan sementara terhadap penayangan Barbie di negara mereka. Larangan sementara ini diberlakukan karena pemerintah menilai Barbie mempromosikan perilaku konsumerisme di antara anak-anak kecil, menurut laporan IANS.

Beberapa negara timur tengah juga melarang penayangan film yang dibintangi oleh Margot Robbie dan Ryan Gosling ini di negara mereka. Sebagian dari negara-negara tersebut adalah Kuwait dan Libanon.

Pemerintah Kuwait melarang penayangan Barbie karena film ini dianggap dapat mengganggu etika publik dan tradisi sosial di negara tersebut. Wakil Sekretaris Kementerian Pers dan Publikasi Kuwait, Lafy Al Subei, mengungkapkan bahwa komite penyiaran biasanya hanya akan menyensor film asing yang tidak sesuai dengan etika publik.

Akan tetapi, Barbie dinilai membawa konsep, pesan, serta promosi perilaku yang sangat tidak sesuai dengan nilai yang dijunjung di negara Kuwait. Oleh karena itu, alih-alih melakukan penyensoran, Kuwait memilih untuk melarang penayangan Barbie.

Di sisi lain, pemerintah Lebanon melarang penayangan Barbie karena menganggap film tersebut membawa nilai yang bertentangan dengan moral sosial serta agama di negara mereka. Mereka menilai film tersebut mengerdilkan pentingnya unit keluarga yang sangat dihargai di negara mereka, seperti dilansir Fast Company Middle East.

Selain itu, mereka juga menilai bahwa film ini mempromosikan homoseksualitas dan transeksualitas. Seperti diketahui, kedua hal ini bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan yang dianut di Lebanon.

"(Film ini) mempromosikan homoseksualitas dan transeksualitas, mendukung penolakan atas perwalian seorang ayah, mengerdilkan dan mencemooh peran ibu, serta mempertanyakan esensi pernikahan dan membangun keluarga," ungkap Menteri Budaya Libanon Mohammad Mortada, seperti dilansir BBC.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement