Rabu 16 Aug 2023 17:09 WIB

Mengapa Sjahrir, Yamin, Sukarni, Chaerul Saleh tidak Hadir di acara Proklamasi Kemerdekan Indonesia?

Sjahrir, Yamin, Sukarni, Chaerul Saleh tidak hadir di acara pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Ada apa?

Rep: oohya! I demi Indonesia/ Red: Partner
.
Foto: network /oohya! I demi Indonesia
.

Detik-detik<a href= Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Pegangsaan Timur 56. Sjahrir, Yamin, Sukarni, Chaerul Saleh tidak hadir di acara pembacaan proklamasi ini (foto: dokumentasi perpusnas)" />
Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Pegangsaan Timur 56. Sjahrir, Yamin, Sukarni, Chaerul Saleh tidak hadir di acara pembacaan proklamasi ini (foto: dokumentasi perpusnas)

Matahari mulai menaik, 17 Agustus 1945. Sudah banyak orang berumpul di halaman rumah di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Tak sabar menunggu pembacaan proklamasi, banyak yang berteriak, “Sekarang, Bung. Sekarang. Nyatakan sekarang. Sekarang Bung, ucapkanlah pernyataan kemerdekaan sekarang.”

Tapi Muh Hatta belum tiba. Sukarno memerlukan Hatta, sebagai representasi dari Sumatra, sementara Sukarno dari Jawa. “Demi persatuan aku memerlukan seorang dari Sumatra. Dia adalah jalan yang paling baik untuk menjamin sokongan dari rakyat pula yang nomor dua terbesar di Indonesia,” ujar Sukarno.

Dokter Muwardi masuk ke kamar Sukarno dan menyampaikan desakan orang-orang agar proklamasi segera dinyatakan. “Saya tidak akan membaca proklamasi kalau tidak bersama Bung Hatta. Kalau Mas Mawardi tidak mau menunggu, sulakan baca sendiri,” kata Sukarno kepada Mawardi.

Di luar orang-orang semakin tidak sabar menunggu. Tapi, di antara mereka tidak ada Sukarni, yang pada 16 Agustus 1945 menculik Sukarno-Hatta. Tidak ada pula Sutan Sjahrir, yang berada di belakang aksi para pemuda menculik Sukarno-Hatta dan rencana pemberontakan di Jakarta pada 16 Agustus 1945. “... aku tidak memerlukan Sjahrir yang menolak untuk memperlihatkan diri di saat pembacaan proklamasi,” kata Sukarno.

Pada 17 Agustus 1945 dini hari, Sukarni dan Chaerul Saleh mendatangi rumah Sjahrir, untuk menjemput Sjahrir agar atang di rumah Laksamana Maeda. Tapi Sjahrir menolaknya, dan meminta Sukarni - Chaerul Saleh sebagai perwakilan. Di rumah Maeda, Sukarni menunjukkan naskah proklamasi yang disusun Sjahrir, Sukarni, dan kawan-kawan pada 13 Agustus 1945 ditolak Sukarno-Hatta.

Rupanya, Sjahrir kecewa berat terhadap Sukarno. Ia sudah mendesak Sukarno agar memproklamasikan kemerekaan sebelum tanggal 15 Agustus 1945. Sukarno yang awalnya menyanggupi, ternyata ingkar, sehingga Sjahrir mendorong para pemuda untuk merebut kemerdekaan. Terjadilah pencukan Sukarno-Hatta dan rencana pemberontakan pada 16 Agustus 1945.

Muh Yamin juga tak ada. Ternyata, Muh Yamin sudah ditangkap Jepang bersama Sjarief Thayeb pada 16 Agustus 1945. Jepang menduga mereka mengetahui “hilangnya” Sukarno-Hatta.

Sebagian para mahasiswa memilih tetap berada di asrama di Prapatan 10, Menteng. Pulang dari rumah Maeda 17 Agustus 1945 dini hari, mereka membawa salinan naskah proklamasi yang disusun di rumah Maeda.Mereka berjaga-jaga, sewaktu-waktu Proklamasi Kemerdakan Indonesia gagal karena diserbu tentara Jepang, merekma di asrama mahasiswa siap membacakan naskah proklamasi. Mereka juga menyiapkan upacara pengerekan bendera.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:

Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat karya Cindy Adams (1986)

Mahasiswa ’45 Prapatan 10: Pengabdiannya karya Soejono Martosewojo (1984)

Riwayat Proklamasi Agustus 1945 karya Adam Malik (1975)

Sjahrir, Peran Besar Bung Kecil hasil sunting Arif Zulkifli dkk (2017).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement