Rabu 16 Aug 2023 18:56 WIB

Tokoh Politik Harus Tunjukkan Budi Pekerti agar Pemilu 2024 Damai

Pemilu 2024 harus berjalan lancar dan didukung semua pihak.

Red: Erdy Nasrul
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (dari kiri) menunjukan nota deklarasi dukungan Pilpres 2024 di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta, Ahad (13/8/2023). Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berkoalisi bersama Partai Gerindra sekaligus mendeklarasikan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu 2024
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (dari kiri) menunjukan nota deklarasi dukungan Pilpres 2024 di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta, Ahad (13/8/2023). Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berkoalisi bersama Partai Gerindra sekaligus mendeklarasikan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu 2024

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Komunikasi Digital dari Universitas Indonesia (UI), Firman Kurniawan, mengatakan bahwa tokoh elite politik perlu berkontribusi dalam memberikan contoh kepada masyarakat untuk menjunjung budi pekerti luhur dan saling menghormati terlebih dalam menggunakan media sosial.

"Menurut saya justru para elite, para tokoh-tokoh politik, yang memberikan contoh kepada masyarakat menggunakan budi pekerti luhur dan menegakkan penghormatan kepada pihak lain," kata Firman pada Rabu (16/8/2023).

Baca Juga

Menjelang Pemilihan Umum 2024, media sosial menjadi tempat di mana ujaran kebencian serta fitnah kerap terjadi. Menurut Firman, maraknya ujaran kebencian serta fitnah disebabkan oleh fasilitas internet yang memungkinkan penggunanya untuk berbuat sebebas mungkin tanpa memikirkan konsekuensinya. 

"Karakter dari media sosial itu sendiri yang membebaskan orang untuk ngomong apa yang mereka ingin omongkan kemudian juga ada fasilitas untuk anonymous, tidak menunjukkan namanya, sehingga merasa tidak ada konsekuensinya dari ucapan mereka," kata Firman.