REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sidang pidana kasus dugaan korupsi pembangunan gedung SMPN 1 Wates, Kulonprogo, kembali bergulir di Pengadilan Negeri, Hubungan Industrial dan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta, Rabu (16/8/2023).
Agenda sidang, yakni mendengar keterangan saksi ahli teknik sipil yakni Heri Ludiro Wahyono, Dosen Politeknik Negeri Semarang dan Inspektorat Daerah, Panggih Legawa. Sidang tersebut dipimpin oleh Hakim Ketua Vonny Trisaningsih.
Selama persidangan, kuasa hukum terdakwa Susi Ambarwati, Muhammad Zaki Mubarrak mencecar kedua saksi ahli. Hasil persidangan pun berakhir dengan penjadwalan pemeriksaan setempat di lokasi pembangunan gedung yang diperkarakan. Menurut kuasa hukum terdakwa, Muhammad Zaki Mubarrak, persidangan tersebut menunjukkan bahwa kapasitas kedua saksi ahli meragukan.
"Untuk ahli yang pertama tadi kapasitas dia sebagai ahli sangat diragukan, karena dia menjawab banyak lupa, banyak tidak ingat dan tidak tahu. Yang sederhana saya tanyakan tadi soal metode sampling yang disampaikan, dia mengukur sampling, saya tanya apakah random sampling, ataukah purposive sampling, dia gak ngerti," tutur Muhammad Zaki saat ditemui Republika usai persidangan, Rabu (16/8/23).
Tidak hanya itu, saksi ahli yang seorang ahli teknik sipil, juga tidak bisa menjelaskan dengan detail mengenai seperti apa kegagalan konstruksi yang ditanyakan kuasa hukum terdakwa. Begitu pula dengan saksi kedua, yang dalam persidangan tidak bisa menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan keahliannya sebagai inspektorat.
"Kita bicara soal koreksi aritmatik, soal data yang dia pakai untuk menyatakan kerugian keuangan negara itu tidak valid. Intinya perkara ini kan dimulai dari keterangan ahli yang disampaikan pada waktu BAP, pada waktu BAP yakin sekali tapi begitu diperiksa di pengadilan mereka tidak bisa menjelaskan sebagaimana ada yang di BAP," jelasnya.
Selain itu, mengenai potensi keuangan negara sebanyak Rp 106 juta yang merupakan 3 persen dari total anggaran Rp 3,2 miliar, ia mempertanyakan margin of error dari penghitungan tersebut pada saksi ahli teknik sipil, yang tidak bisa dijawab dengan jelas.
"Dari 100 persen bangunan potensi error-nya 3 persen itu kan tidak masuk dalam kaidah penelitian dia sebagai ahli, itu tidak bisa dijelaskan. Intinya dia menyatakan itu kerugian negara, padahal hanya 3 persen," katanya.
Dengan demikian, kuasa hukum terdakwa menilai bahwa kedua saksi ahli tidak kompeten. Oleh karena itu, mereka memohon untuk adanya pemeriksaan setempat agar diukur ulang.
Sementara itu, menurut Zaki, terdakwa Susi Ambarwati telah memberikan penggantian keuangan negara sebanyak dua kali yakni kepada jaksa dan kepada kas daerah. Meskipun menurut aturan pengembalian tidak menutupi atau tidak menghilangkan pidana, tetapi menurutnya itu adalah niat baik terdakwa. "Karena sejak awal kita tidak ada suap menyuap tidak ada kongkalikong, semua clear bersih. Saksi-saksi yang lain juga menyatakan clear bersih," imbuhnya.
Tim kuasa hukum pun menilai ada kemungkinan bahwa 3 persen tersebut adalah kesalahan penghitungan saksi ahli. "Maka kami akan buktikan itu pada saat pemeriksaan setempat," katanya.
Dalam kasus korupsi pembangunan SMP N 1 Wates, Kulonprogo ini terdapat dua terdakwa yakni pejabat di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kulonprogo, Jujur Santoso, yang berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Terdakwa lain yaitu direktur CV Bintang Abadi, Susi Ambarwati, selaku pelaksana proyek pembangunan gedung SMP tersebut.
Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Jujur dan Susi didakwa telah menyelewengkan dana pembangunan gedung unit 1 SMP 1 Wates pada 2018 senilai Rp 106.226.000. JPU menyebut temuan kerugian tersebut berdasar dari perhitungan Inspektorat Daerah dan ahli teknik sipil.
Saat ini kedua terdakwa sudah ditahan. Terdakwa Jujur ditahan di Rutan Kelas IIA Wirogunan, dan sudah dinonaktifkan sebagai aparatur sipil negara. Sedangkan Susi ditahan di LP Perempuan kelas IIB Jogja di Gunungkidul.