Kamis 17 Aug 2023 11:59 WIB

Awal Mula Kehidupan Muslim di Eropa Hingga Muncul Islamofobia 

Islamofobia harus direspons dengan kearifan Islam.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Erdy Nasrul
Ketua MUI Bidang Kerja Sama Luar Negeri dan Hubungan Internasional, Sudarnoto Abdul Hakim
Foto: Istimewa
Ketua MUI Bidang Kerja Sama Luar Negeri dan Hubungan Internasional, Sudarnoto Abdul Hakim

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muncul aksi-aksi ekstrem karena islamophobia di berapa negara di Eropa. Seperti aksi membakar Alquran yang dilakukan anggota kelompok sayap kanan Denmark, Danske Patrioter belum lama ini. 

Aksi membakar Alquran tersebut dilakukan Danske Patrioter di depan gedung beberapa Kedutaan Besar (Kedubes) yang ada di Kopenhagen, Denmark. Aksi membakar Alquran juga dilakukan di depan Kedubes Indonesia oleh Danske Patrioter. 

Baca Juga

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Sudarnoto Abdul Hakim, menjelaskan sejarah singkat umat Islam di Eropa hingga munculnya islamophobia dan aksi membakar Alquran baru-baru ini.

Ia menyampaikan, awalnya umat Islam di Eropa, Amerika dan Australia adalah imigran dari Timur Tengah dan Afrika Utara. Mereka adalah para pencari kerja dan di antara mereka ada juga yang dibawa oleh pemerintah setempat yang ada di Eropa untuk bekerja di sana.

"Pada masa gelombang pertama imigrasi umat Islam, mereka masih memiliki banyak kendala, di antaranya karena perbedaan agama, kebiasaan, bahasa, ras dan lain sebagainya," kata Sudarnoto saat diwawancarai Republika di Jakarta, Selasa (15/8/2023).

Sudarnoto menerangkan, semua kendala yang dihadapi Muslim menimbulkan disparitas. Umat Islam juga mengalami banyak persoalan seperti sulit berkomunikasi, karena perbedaan bahasa.

Pada masa awalnya, Muslim di Eropa, Amerika dan Australia status ekonomi dan sosialnya berada di bawah. Mereka juga termarginalisasikan karena mereka umumnya menjadi para pekerja kelas bawah.

"Tapi generasi ketiga dan keempat, saat ini sudah generasi keempat, itu (Muslim) sudah mengalami perubahan yang luar biasa, anak-anak Muslim yang imigrasi ke Eropa, Amerika dan Australia sudah bisa berbahasa Inggris dan sudah melebur dengan budaya lokal," ujar Sudarnoto.

Ada proses akomodasi terhadap Muslim juga. Sebab tingkat penerimaan masyarakat Eropa banyak juga yang bagus terhadap Muslim.

Sekarang, Muslim di Eropa tingkat pendidikannya tinggi, ada juga yang menjadi profesional, akademisi dan politisi. Sekarang di Inggris ada beberapa Muslim yang menjadi walikota. Jadi di tengah masyarakat umum, Muslim sudah tidak memiliki persoalan terkait hubungan.

Xenophobia

Lambat laun, seiring dengan kemajuan dan keberhasilan umat Islam di Eropa. Di kalangan tertentu muncul kecemburuan, kebencian dan ketakutan terhadap Muslim di antaranya adalah mereka yang xenophobia.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement