Kamis 17 Aug 2023 12:15 WIB

Perjuangan Ulama Aceh Rebut Kemerdekaan

Ulama Aceh mengorbankan nyawa mereka demi meraih kemerdekaan.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Erdy Nasrul
Ilustrasi makam pahlawan.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Ilustrasi makam pahlawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam periode awal abad ke-20, Aceh masih berperang melawan penjajahan Belanda. Aceh juga telah mulai berkenalan dengan unsur-unsur kebudayaan Barat, yaitu pendidikan modern yang mengakibatkan timbulnya berbagai perubahan dalam kehidupan masyarakat Aceh.

Pada awal tahun 1900 perlawanan terhadap Belanda masih terus berlangsung. Perlawanan itu dipimpin oleh Sultan Muhammad Daud Syah, Teuku Panglima Polem Raja Daud, Teungku Di Mata le, Teungku Di Barat (Pasai Aceh Utara), Tengku Cot Plieng, Teungku Alue Keutapang. Teungku Di Reube, Tengku Di Beureueh, Teungku Di Lam Gut (Pidie), Teuku Ben Peukan Meureudu, Teungku Di Krueng Sinagen, Teuku Ben Blang Pidie, Habib Meulaboh, dan teungku-teungku dari Tiro seperti Teungku Chik Mayet dan Teungku Di Buket.

Baca Juga

Walaupun Sultan Aceh Muhammad Daud Syah terpaksa menyerah pada Januari 1903, namun peperangan melawan penjajah kafir Belanda masih terus berlangsung. Teungku Cot Plieng beserta pengikutnya melakukan penyerangan secara terus menerus terhadap penjajah Belanda. Demikian juga halnya di Aceh Utara, perang sabil terus berlanjut yang dipimpin oleh Teungku Di Barat dan Teungku Di Mata le bersama-sama dengan pemimpin adat lainnya Teungku Chik Di Tunong, Pang Nanggroe dan Cut Meutia.

Kekejaman Van Daalen Bantai Pejuang Aceh

Hal yang sama juga terjadi di Gayo Alas. Untuk menundukkan daerah tersebut, pemerintah Hindia Belanda mengirimkan Letnan Kolonel Yan Dealen untuk mengadakan hubungan politik dengan raja-raja di sana. Di daerah Gayo, Van Daalen mendapat perlawanan yang sengit. Rakyat Gayo baik laki-laki maupun perempuan, bahkan anak-anak sekalipun dengan gagah berani mempertahankan setiap jengkal tanah pusaka mereka dari gempuran serdadu Belanda.

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement