REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN – Wakil Juru Bicara Pemerintah Jerman Christiane Hoffman mengatakan, aksi pembakaran Alquran yang belakangan ini terjadi di Eropa bertujuan menciptakan perpecahan. Dia menegaskan, Jerman menentang dan mengutuk aksi semacam itu.
“Kami menganggap tindakan seperti itu (pembakaran Alquran) kurang ajar dan tidak pantas. Mereka berusaha menciptakan perpecahan,” kata Hoffman dalam sebuah konferensi pers di Berlin, Rabu (16/8/2023), dilaporkan Anadolu Agency.
Dia menambahkan, Jerman sangat menghargai kebebasan, tapi tak mencakup ujaran atau tindakan kebencian. Hoffman menekankan, sikap Pemerintah Jerman atas aksi penistaan dan pembakaran Alquran sudah jelas. “Kami menentangnya. Kami mengutuknya,” ujarnya.
Kendati demikian, Hoffman menolak mengonfirmasi apakah Kanselir Jerman Olaf Scholz dan Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen akan membahas tentang isu pembakaran Alquran dalam pertemuan mereka mendatang. Aksi pembakaran Alquran memang telah berulang kali terjadi di Denmark. Pelakunya adalah anggota kelompok sayap kanan Denmark, Danske Patrioter.
Pemerintah dan otoritas Denmark tidak dapat menghentikan atau menangkap pelaku pembakaran. Sebab aksi semacam itu masih dianggap sebagai bentuk kebebasan berekspresi. Namun karena adanya tekanan besar dari komunitas internasional, terutama negara-negara Muslim, agar aksi pembakaran Alquran bisa dihentikan, saat ini Pemerintah Denmark sedang berupaya merancang hukum agar tindakan penistaan tak terulang kembali.
Akhir bulan lalu Menteri Luar Negeri Denmark Lars Lokke Rasmussen mengatakan dia berharap upaya negaranya merancang alat hukum guna mencegah berulangnya aksi penistaan Alquran akan membantu meredakan konflik internasional yang berkembang dengan sejumlah negara Muslim. “Fakta bahwa kami memberi isyarat, baik di (internal) Denmark maupun di luar negeri, bahwa kami sedang mengerjakannya (hukum untuk mencegah penistaan kitab suci) mudah-mudahan akan membantu mengurangi masalah yang kami hadapi,” kata Rasmussen kepada awak media setelah menghadiri pertemuan di parlemen, 31 Juli 2023 lalu.
Dia menjelaskan, Denmark tidak dalam posisi tertekan dalam merumuskan dan merancang peraturan hukum untuk mencegah aksi penistaan kitab suci. “Tapi analisis politik kami adalah demi kepentingan terbaik kita semua. Kita seharusnya tidak hanya duduk dan menunggu ini meledak,” ujarnya.