REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu menyebutkan kerugian negara yang ditimbulkan atas kasus dugaan korupsi revitalisasi pembangunan asrama haji daerah tersebut pada 2020 mencapai Rp1,28 miliar.
"Berdasarkan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kerugian negara sebesar Rp1,28 miliar dan kami ucapkan terima kasih kepada BPKB karena hasil audit keluar cepat," kata Kepala Kejati Bengkulu, Heri Jerman melalui Kepala Seksi Penyidikan Pidsus Danang Prasetyo di Kota Bengkulu, Kamis (17/8/2023).
Ia menyebutkan, estimasi sementara sebelumnya kerugian negara terkait kasus korupsi proyek asrama haji pada 2020 mencapai Rp1,7 miliar, sebab Kementerian Agama melalui Kanwil Kemenag Provinsi Bengkulu menyalurkan dana sebesar Rp38 miliar untuk revitalisasi dan pengembang asrama haji Bengkulu.
Dalam kasus tersebut, terang Danang, Kejati Bengkulu telah menetapkan Direktur PT Bahana Krida Nusantara (BKN) yaitu SU sebagai tersangka dalam dugaan korupsi proyek revitalisasi dan pengembangan Asrama Haji Bengkulu tahun anggaran 2020-2021.
Sementara itu, Tim Penyidik pidana khusus (pidsus) Kejati Bengkulu hingga saat ini menerima uang titipan dari para saksi dengan total sebanyak Rp755 juta.
Uang tersebut terdiri dari saksi MT mengembalikan uang Rp30 juta pada 15 Agustus, kemudian tanggal 10 Agustus menerima uang titipan sebesar Rp200 juta dari saksi berinisial M.
"Hari ini kita kembali menerima titipan uang kerugian sebesar Rp200 juta terkait proyek asrama haji. Dimana ini bagian dari tindak pidana korupsi yang dilakukan beberapa orang. Sebelumnya pihak perusahaan swasta menerima fee untuk meminjam bendera perusahaan itu. Karena yang memberikan bendera perusahaan itu merasa bersalah maka dikembalikan lagi fee itu," sebut Kajati Bengkulu Heri Jerman.
Selanjutnya, pada 3 Agustus 2023 menitipkan uang Rp75 juta dan pada 13 Juli 2023 Kejati Bengkulu menerima uang titipan sebesar Rp450 juta dari kontraktor putus kontrak pada kasus dugaan korupsi pembangunan asrama haji pada 2020 yaitu PT Bahana Krida Nusantara.
Uang tersebut diserahkan ke rekening penampungan sementara yang selanjutnya dijadikan barang bukti dalam kasus tindak pidana kasus korupsi tersebut.