REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang tahun ini, 62 pegiat kemanusiaan tewas dalam krisis di seluruh dunia, sementara 84 terluka dan 33 diculik. Menurut data sementara dari tim peneliti Aid Worker Security Database pada Humanitarian Outcomes, jumlah kematian tahun lalu mencapai 116.
Sudan Selatan menempati peringkat tertinggi dalam hal ketidakamanan selama beberapa tahun berturut-turut. Empat puluh serangan terhadap pegiat kemanusiaan dan 22 kematian dilaporkan terjadi di Sudan Selatan pada 10 Agustus.
Sudan berada di urutan kedua, dengan 17 serangan terhadap pegiat kemanusiaan dan 19 kematian yang dilaporkan sepanjang tahun ini. Jumlah tersebut melampaui jumlah yang tidak terdata sejak puncak konflik Darfur antara 2006 dan 2009.
"Korban pekerja kemanusiaan lainnya tercatat di Republik Afrika Tengah, Mali, Somalia dan Ukraina. Tahun lalu, 444 pegiat kemanusiaan diserang. Tahun sebelumnya, terdapat 460 penyerangan, mengakibatkan 141 kematian," demikian pernyataan UNOCHA dalam siaran pers, Jumat (18/8/2023).
Tahun ini Hari Kemanusiaan Sedunia yang diperingati pada 19 Agustus, menandai 20 tahun sejak serangan bom bunuh diri pada 2003 di markas besar PBB di Canal Hotel di Baghdad, Irak. Serangan tersebut menewaskan 22 staf PBB. Sementara sekitar 150 orang yang terdiri dari pegiat kemanusiaan lokal dan internasional yang membantu merekonstruksi Irak, juga terluka pada hari kelam itu.
Dalam menghadapi kebutuhan urusan kemanusiaan yang meroket, PBB dan mitranya bertujuan untuk membantu hampir 250 juta orang dalam krisis di seluruh dunia. Jumlah ini 10 kali lebih banyak daripada 2003.