REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wujud terbesar dalam mencintai Nabi Muhammad SAW adalah mengikuti teladan atau sunah-sunahnya. Lantas, bagaimana jika memvisualisasikan Nabi Muhammad SAW?
Dewan Akademi Fiqih Islam pada 27 Rabiul Akhir 1405 H pernah menelaah surat yang ditujukan kepada Presiden Umum Departemen Riset Ilmiah, Fatwa, Dakwah dan Bimbingan Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Surat itu dari kantor Kepresidenan di Qatar.
Surat itu menyampaikan tentang adanya buklet yang di dalamnya terlampir gambar yang diklaim sebagai gambar Nabi Muhammad SAW dan gambar lain yang diklaim sebagai gambar Ali bin Abi Thalib. Surat itu meminta keputusan terkait penggambaran tersebut.
Setelah Dewan tersebut memeriksa dua gambar tersebut, diputuskan bahwa Nabi Muhammad SAW memiliki status yang mulia di sisi Allah SWT, baik dari aspek akhlak mulia beliau maupun posisinya yang juga mulia.
Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi alam semesta. Juga sebagai pembawa kabar gembira, pemberi peringatan, dan penyeru kepada Allah SWT. Allah SWT dan para malaikat berdoa untuk Nabi SAW dan memerintahkan orang-orang beriman untuk bershalawat Nabi SAW.
Karena itu, wajib bagi umat Islam untuk memuliakan dan menghormati dengan cara yang sesuai dengan status dan posisinya yang mulia itu. Setiap bentuk ketidakhormatan atau merendahkannya adalah bentuk kekafiran dan telah keluar dari Islam.
"Penggambaran terhadap sosok yang mulia itu, baik itu berupa animasi atau gambar yang bergerak atau diam, termasuk tubuh, bayangan atau bukan bayangan, semuanya itu haram dan tidak dibolehkan dalam syariat Islam," demikian penjelasan Dewan tersebut.
Penggambaran tersebut tidak boleh dilakukan dengan tujuan apapun. Apalagi jika itu dimaksudkan untuk merendahkan atau tidak memuliakannya, maka termasuk kafir. Karena ada banyak kejahatan besar dan bahaya besar di dalam perbuatan tersebut.
Para pemimpin, pejabat dan pemangku kepentingan di lingkup pemerintahan juga harus mencegah penggambaran Nabi Muhammad SAW, baik dalam cerita, novel, drama, buku anak-anak, film televisi, bioskop, sarana publikasi lain, dan semacamnya.
Hal itu tidak hanya berlaku untuk penggambaran Nabi Muhammad SAW, tetapi juga untuk para sahabat Nabi SAW. Karena mereka mendapat kehormatan untuk bersahabat dan berjihad bersama-sama dengan Rasulullah SAW.
Ulama Tafsir Indonesia, Prof M Quraish Shihab juga pernah menyampaikan, visualisasi Nabi Muhammad SAW dan para rasul itu dilarang karena dikhawatirkan akan memunculkan pengultusan dan pemujaan terhadap Nabi Muhammad SAW.
"Selain itu, visualisasi figur Rasulullah SAW, dikhawatirkan tidak akan mampu menggambarkan pribadi dan figur Rasulullah SAW yang sesungguhnya," kata pendiri Pusat Studi Alquran (PSQ) Jakarta itu.
Menurut Quraish, visualisasi figur Rasulullah SAW tidak menutup kemungkinan adanya pelecehan. Ini pula yang menjadi dasarnya.
"Karena bayangkan kalau digambar bisa jadi gambarnya lantas tersebar, mudah diinjak-injak orang. Bisa jadi gambar itu tidak sesuai benar dengan apa yang sebenarnya. Karena itu, bisa jadi kalau difilmkan orang yang memerankan figur Nabi dalam film kemudian melakukan hal-hal yang tidak sesuai perilaku Rasulullah SAW. Maka untuk menghindari itu semuanya, lantas dilarang gambar itu," kata dia.
Sumber: