Jumat 18 Aug 2023 15:38 WIB

Dirjen Otda: Dasar Pengambilan Kebijakan Harus Berdasarkan Data yang Valid

Selama ini, pemerintah mengambil kebijakan hanya berdasarkan asumsi. 

Rep: Febrian Fachri / Red: Agus Yulianto
Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri RI, Akmal Malik, saat serah terima data nagari presisi dari Dekan Fema IPB ke Nagari Panampuang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, Jumat (18/8/2023).
Foto: Republika/Febrian Fachri
Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri RI, Akmal Malik, saat serah terima data nagari presisi dari Dekan Fema IPB ke Nagari Panampuang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, Jumat (18/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, BIARO -- Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Akmal Malik, mendorong pemerintah daerah hingga pemerintahan tingkat desa memperkuat basis pendataan masyarakat. Menurut Akmal, kebijakan yang diambil pemerintah harus berdasarkan referensi data yang kuat. Selama ini, Akmal melihat, pemerintah mengambil kebijakan hanya berdasarkan asumsi, dugaan dan perkiraan-perkiraan semata. Sehingga kebijakan yang diambil untuk kepentingan masyarakat tidak tepat sasaran. 

“Jangan kebijakan berdasarkan asumsi, perkiraan-perkiraan. Jadinya kebijakan tidak tepat sasaran. Harus berbasis data yang kuat. Tidak ada kontrol kalau tidak ada data yang jelas. Berapa penerima bantuan sosial, bantuan PKh, bantuan lainnya hanya perkiraan-perkiraan kepala desa,” kata Akmal, saat serah terima data nagari presisi dari Dekan Fema IPB ke Nagari Panampuang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, Jumat (18/8/2023).

Akmal menyebut, data presisi adalah jalan mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. Dengan data yang presisi, siapa saja termasuk pemerintah menurut Akmal dapat melihat rumah tidak layak huni, warga miskin, angka stunting dan lain-lain yang berkaitan dengan masyarakat. 

"Sehingga, dengan kemudahan mengakses data, pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat," katanya.

Akmal mengimbau, para pengambil kebijakan agar menghindari dosa karena telah membuat kebijakan tidak tepar sasaran. Karena tidak memiliki data yang valid kebijakan hanya dilandaskan asumsi sehingga berpotensi menciptakan peluang untuk perbuatan korupsi.

“Sampai kapan jadi pendosa terus. Orang miskin 10 dibilang 100. Ini terjadi karena kepala desa tidak tahu data,” ujar Akmal.

Senada dengan Akmal, Anggota DPR RI yang juga Founder Pitaloka Foundation, Rieke Diah Pitaloka, mengatakan, seluruh pemerintahan di Indonesia wajib memiliki riset dan data yang akurat dan aktual. Selama ini, Rieke melihat, pemerintah hanya menggunakan data gelondongan yang tidak dapat menggambarkan kondisi sesuai realita yang sebenarnya terjadi.

“Kalau data tidak kuat hanya omong kosong. Data tidak valid semua hanya cerita bohong. Karena dalam data, dalam angka ada jutaan nasib rakyat dipertaruhkan,” kata Rieke. 

Rieke menyebut, Pitaloka Foundation menjadi fasilitator penyediaan data presisi di Nagari Panampuang bersama  Fakultas Ekologi dan Manusia (Fema) Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement