Sabtu 19 Aug 2023 03:43 WIB

Empat Negara Berlomba Cari Sumber Air di Kutub Selatan Bulan

Temuan air di Kutub Selatan bulan akan bermanfaat bagi bahan bakar roket.

Rep: Amri Amrullah / Red: Friska Yolandha
Dalam foto yang dirilis oleh Roscosmos State Space Corporation ini, roket Soyuz-2.1b dengan stasiun otomatis pendarat bulan Luna-25 lepas landas dari landasan peluncuran di Kosmodrom Vostochny di Timur Jauh Rusia, pada Jumat, 11 Agustus 2023. Peluncuran pesawat Luna-25 ke bulan akan menjadi yang pertama dilakukan Rusia sejak 1976 ketika menjadi bagian dari Uni Soviet. Pendarat bulan Rusia diperkirakan akan mencapai bulan pada 23 Agustus.
Foto: Centre for Operation of Space Ground-Based In
Dalam foto yang dirilis oleh Roscosmos State Space Corporation ini, roket Soyuz-2.1b dengan stasiun otomatis pendarat bulan Luna-25 lepas landas dari landasan peluncuran di Kosmodrom Vostochny di Timur Jauh Rusia, pada Jumat, 11 Agustus 2023. Peluncuran pesawat Luna-25 ke bulan akan menjadi yang pertama dilakukan Rusia sejak 1976 ketika menjadi bagian dari Uni Soviet. Pendarat bulan Rusia diperkirakan akan mencapai bulan pada 23 Agustus.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Pesawat ruang angkasa Rusia dan India yang belum diawaki diperkirakan akan mendarat di area kutub Selatan bulan pada pekan depan. Sementara Cina dan AS dalam misi yang sama, dimana AS berusaha mendaratkan astronot di wilayah itu pada tahun 2025.

Perlombaan antariksa antara negara yang memiliki kemampuan jelajah luar angkasa kembali dimulai. Kini dengan lebih banyak negara baru yang bersaing, yaitu Cina dan India.

Baca Juga

Sekitar enam dekade setelah Uni Soviet dan Amerika Serikat saling berlomba untuk mencapai bulan, sebuah kompetisi baru muncul. Kali ini, fokusnya adalah kutub selatan bulan, di mana para ilmuwan telah mendeteksi jejak-jejak es dan sumber air di bulan.

Rusia minggu lalu meluncurkan pesawat ruang angkasa pendaratan bulan pertamanya, dalam 47 tahun terakhir. Pesawat antariksa ini diperkirakan akan mendarat di sana dalam beberapa hari. Sementara India tidak mau ketinggalan, dengan target pendaratan pada 23 Agustus 2023.

Sementara itu, AS sedang berusaha untuk menjadi negara pertama yang mendaratkan seorang astronot di sana, dengan misi berawak yang direncanakan pada tahun 2025. Cina juga merencanakan misi ke daerah tersebut, dengan atau tanpa astronot, sebelum akhir dekade ini.

Area ini didambakan karena airnya dapat digunakan untuk bahan bakar roket. Hal ini juga dapat membantu membangun pangkalan permanen di bulan dan berfungsi sebagai landasan peluncuran ke planet Mars dan pangkalan peluncuran jelajah angkasa yang lebih jauh.

Administrator NASA, Bill Nelson, mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa area tersebut jauh lebih berbahaya daripada lokasi pendaratan pertama di bulan pada tahun 1969.

"Ini tidak seperti apa yang Anda lihat saat Neil [Armstrong] dan Buzz [Aldrin] mendarat, yang terus menerus disinari matahari, dengan beberapa kawah di sana-sini," kata Nelson, dilansir NBC News, Jumat (18/8/2023).

"Kutub selatan bulan dipenuhi dengan kawah-kawah yang dalam. Dan karena sudut datangnya matahari, sebagian besar kawah-kawah itu berada dalam kegelapan total sepanjang waktu, sehingga mengurangi jumlah area yang dapat Anda gunakan untuk mendarat dan memanfaatkannya," katanya.

"Jika memang kita menemukan air yang berlimpah di sana, itu bisa dimanfaatkan untuk kru dan pesawat ruang angkasa di masa depan," tambah Nelson.

NASA sedang mempersiapkan diri untuk kembali ke permukaan bulan dengan misi Artemis II tahun depan, ketika para astronot akan mengorbit bulan menjelang rencana pendaratan pada 2025.

Nelson mengatakan bahwa ia berharap Rusia dapat menjalankan misinya dengan baik, dan mencatat bahwa kedua negara memiliki sejarah kerja sama yang panjang dalam hal perjalanan luar angkasa.

Ada potensi sisi gelap dari perlombaan ke bulan jika AS bukan negara pertama yang mendaratkan astronot di area yang diinginkan. Nelson mengatakan bahwa ia memiliki kekhawatiran bahwa Cina dapat mencoba mengklaim wilayah tersebut jika mereka tiba di sana terlebih dahulu.

"Saya tidak ingin Cina sampai ke kutub selatan terlebih dahulu dengan seorang manusia dan kemudian berkata, 'Ini milik kami, jangan masuk,'" kata Nelson, seraya menambahkan bahwa AS adalah bagian dari perjanjian multinasional untuk berbagi sumber daya di luar angkasa. Sementara Cina, menurutnya tidak.

"Saya pikir perlombaan antariksa benar-benar antara kita dan Cina, dan kita perlu melindungi kepentingan komunitas internasional," kata Nelson.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement