REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sekelompok ilmuwan internasional telah mengembangkan deep learning yang mengandalkan kecerdasan buatan (AI) untuk melakukan skrining kelainan jantung sejak lahir. Model ini dapat menskrining elektrokardiogram (EKG) untuk mencari tanda-tanda kelainan defek septum atrium (ASD/atrial septal defect).
ASD merupakan suatu kondisi yang dapat menyebabkan gagal jantung, namun jarang dilaporkan karena sering kali tidak bergejala. Biasanya penderita akan melaporkan kondisinya saat timbul komplikasi yang tidak dapat disembuhkan.
Meskipun EKG hanya memerlukan waktu sekitar satu menit untuk mendeteksi, namun ketika manusia menganalisis hasil pembacaan EKG untuk mencari kelainan yang terkait dengan ASD, sensitivitasnya sangat terbatas.
Dalam penelitian yang dipublikasikan di jurnal eClinicalMedicine, tim memberikan data model deep learning EKG dari 80.947 pasien di Amerika Serikat dan Jepang. Model deep learning ini lebih sensitif daripada menggunakan indikator EKG yang abnormal untuk skrining ASD. Model ini dengan benar mendeteksi ASD 93,7 persen, sementara penggunaan indikator abnormal EKG hanya 80,6 persen.
"Model ini menangkap lebih banyak dari yang dilakukan oleh seorang ahli, dengan menggunakan kelainan yang diketahui untuk mengidentifikasi kasus ASD," kata Shinichi Goto, penulis koresponden dan instruktur di Divisi Pengobatan Kardiovaskular di Brigham and Women’s Hospital.
“Jika kita dapat menggunakan model ini pada skrining EKG secara lebih luas, kita dapat melakukan deteksi dini, dan pasien akan dapat diobati sebelum kondisinya parah,” tambah Goto seperti dilansir Siasat Daily, Sabtu (19/8/2023).
ASD adalah penyakit jantung bawaan yang umum. Hal ini disebabkan oleh lubang pada septum jantung yang memungkinkan darah mengalir antara atrium kiri dan kanan. Menurut Goto, ASD didiagnosis pada sekitar 0,1 persen hingga 0,2 persen dari populasi, tetapi kemungkinan tidak dilaporkan.
Gejala-gejala ASD biasanya sangat ringan, atau dalam banyak kasus tidak muncul sama sekali. Gejalanya meliputi ketidakmampuan untuk melakukan olahraga berat, memengaruhi kecepatan atau irama detak jantung, jantung berdebar-debar, dan peningkatan risiko pneumonia.
Bahkan jika ASD tidak menimbulkan gejala, ASD dapat membuat jantung stres dan meningkatkan risiko fibrilasi atrium, stroke, gagal jantung, dan hipertensi paru. Pada saat itu, komplikasi ASD tidak dapat dipulihkan.
Adapun jika dideteksi sejak dini, ASD dapat diobati dengan bedah invasif minimal untuk meningkatkan harapan hidup dan mengurangi komplikasi. Dan hasil penelitian menunjukkan bahwa teknologi ini dapat digunakan dalam skrining tingkat populasi untuk mendeteksi ASD sebelum menyebabkan kerusakan jantung yang tidak dapat dipulihkan.