Sabtu 19 Aug 2023 09:48 WIB

Sering Konsumsi Minuman Kolagen? Cek Dulu Titik Kritis Kehalalannya

Sumber kolagen harus berasal dari hewan yang halal.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Natalia Endah Hapsari
Hati-hati saat mengonsumsi minuman kolagen karena hampir 60 persen penggunaan kolagen dan gelatin di dunia berasal dari babi,/ilustrasi
Foto: istimewa
Hati-hati saat mengonsumsi minuman kolagen karena hampir 60 persen penggunaan kolagen dan gelatin di dunia berasal dari babi,/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dua unsur, kolagen dan gelatin, menjadi komponen yang umum dikenal di berbagai sektor industri. Kehadiran keduanya sering kali digunakan di industri pangan dan nonpangan. Kolagen, sering digunakan dalam sektor nonpangan seperti kosmetik, berperan dalam peremajaan kulit, tindakan antioksidan, dan anti-penuaan. Beberapa penelitian bahkan menghubungkan potensi kolagen sebagai antihipertensi dan penyembuh luka.

Sementara itu, gelatin merupakan bahan yang lazim diterapkan dalam industri pangan, digunakan sebagai agen pengental dan pengenyal, misalnya dalam pembuatan es krim dan permen marshmallow. Di ranah farmasi, gelatin juga digunakan sebagai material pembungkus kapsul obat.

Baca Juga

Kolagen, sebagai protein alami, diambil dari sumber hewan seperti ikan, sapi, dan babi. Umumnya, bagian hewan yang diambil, seperti kulit, tulang, gigi, gelembung renang, dan tulang rawan, menjadi sumber kolagen. Dalam hal ini, sumber kolagen menjadi titik kritis dalam perspektif kehalalan. Sumber kolagen harus berasal dari hewan yang halal, serta melalui metode penyembelihan sesuai norma syariah.

"Sayangnya, sampai saat ini, belum ada produsen yang memproduksi kolagen secara komersial di Indonesia. Hampir 60 persen penggunaan kolagen dan gelatin di dunia berasal dari babi," kata dosen Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB University, Mala Nurilmala, yang juga merupakan peneliti di Halal Science Center IPB, dilansir Halal MUI, Sabtu (19/8/2023).

Sebaliknya, gelatin merupakan hasil ekstraksi protein kolagen hewan. Meskipun ada bentuk gelatin kering atau pasta, keduanya memiliki sifat unik. Kolagen alami umumnya tidak larut dalam air, berbeda dengan gelatin yang larut dalam air.

Selain sumbernya, titik kritis kehalalan kolagen berikutnya terletak pada proses ekstraksi. Ada dua metode ekstraksi yang umum digunakan, yaitu pengasaman dan enzimatis. "Baik metode asam maupun enzimatis, harus diketahui sumber dan kehalalannya," ujar Mala.

Apabila ekstraksi menggunakan enzim, biasanya enzim protease yang berperan dalam memecah protein. Meski begitu, banyak enzim protease yang berasal dari babi, seperti pepsin. Seiring dengan kemajuan teknologi, di dunia kecantikan, kolagen telah mengalami evolusi menjadi bentuk aktif.

Mala menjelaskan bahwa kolagen aktif terbentuk setelah melalui proses hidrolisis untuk memperkecil berat molekul, memungkinkan penyerapan lebih cepat oleh kulit. "Proses hidrolisis ini juga menjadi titik kritis kehalalan produk.  Hal ini karena biasanya proses hidrolisis juga melalui pengasaman dan enzimatis," kata Mala.

Di Indonesia, upaya mengembangkan kolagen dari sumber sapi dapat menjadi sulit, karena kulit dan tulang sapi umumnya sudah banyak dimanfaatkan dalam kuliner yang menyisakan sedikit bahan mentah. Di sisi lain, industri perikanan Indonesia sedang berkembang pesat.

IPB University tengah mengembangkan berbagai produk berbasis kolagen, termasuk kolagen itu sendiri, gelatin, dan kolagen aktif. Inisiatif ini menawarkan alternatif bahan halal. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement