Sabtu 19 Aug 2023 18:00 WIB

Soal Polusi Udara Jakarta, Dirjen HAM: Penuhi Hak Kesehatan Masyarakat

Dirjen HAM optimistis gerakan hijau tekan polusi.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Erdy Nasrul
Suasana gedung-gedung bertingkat yang tertutup oleh kabut polusi di Jakarta, Selasa (25/7/2023).
Foto: Republika/Prayogi
Suasana gedung-gedung bertingkat yang tertutup oleh kabut polusi di Jakarta, Selasa (25/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Kemenkumham Dhahana Putra prihatin dengan tingkat polusi udara di Jakarta. Dhahana khawatir kualitas udara di Jakarta jika dibiarkan berlanjut dapat berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat.

Dhahana mendorong pemenuhan hak kesehatan masyarakat. "Kesehatan merupakan bagian penting dalam pemenuhan HAM. Hak atas kesehatan tersebut diakui di dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)," kata Dhahana dalam keterangannya pada Sabtu (19/8/2024).

Baca Juga

Sebagai negara pihak, pemerintah Indonesia dituntut untuk melakukan pemenuhan hak atas kesehatan masyarakat sebagaimana diatur di dalam pasal 12 ICESCR. Adapun salah satu unsurnya adalah peningkatan kebersihan lingkungan dan industri.

"Namun, yang perlu digarisbawahi disini, dalam pemenuhan hak atas kesehatan ini berlaku konsep progressive realization yaitu pencapaian pemenuhan terhadap hak ini membutuhkan waktu dan sumber daya," kata Dhahana. 

Dhahana menyadari persoalan polusi udara di Jakarta memiliki kompleksitas yang tinggi.

"Karena itu, tidak mengherankan bahwa dalam arahan Bapak Presiden penanganannya dibuat berjangka yaitu mulai jangka pendek, menengah, dan jangka panjang," katanya.

Lebih lanjut, Dhahana berharap semua pemangku kepentingan dapat mencermati dengan baik arahan Presiden Jokowi terkait penanganan polusi di Jakarta.

"Solusi yang disampaikan Bapak Presiden menunjukan penanganan polusi udara di Jakarta ini memerlukan komitmen bersama bukan hanya dari pemerintah namun juga para pelaku usaha dan publik," kata Dhahana.

Dhahana juga mencontohkan komitmen bersama menjadi keharusan dalam penanganan polusi udara. Dalam jangka pendek, Dhahana setuju pemberlakuan WFH atau kerja hybrid di kantor-kantor pemerintah maupun swasta.

"Ini dalam rangka rangka mengurangi emisi karbon sekaligus melindungi hak atas kesehatan para karyawan maupun pegawai," ujar Dhahana.

Di samping itu, Dhahana mengungkapkan Ditjen HAM Kemenkumham tengah menyiapkan sejumlah upaya agar aktivitas kantor lebih ramah terhadap lingkungan. Salah satunya skema penggunaan panel surya untuk menyokong kebutuhan listrik di kantor. 

"Kemudian peralihan atau peremajaan kendaraan dinas ke arah full electric maupun hybrid," ujar Dhahana.

Dhahana meyakini langkah inovasi maupun inisiatif "hijau" dapat menekan emisi karbon. Sehingga kendala polusi di Jakarta diharapkan bisa berkurang secara bertahap. 

"Harapannya tentu dengan demikian kita bersama dapat melindungi kesehatan masyarakat hari ini dan generasi mendatang dari polusi udara sebagaimana yang didorong di dalam ICESCR," ujar Dhahana.

Akhir-akhir ini berita terkait polusi udara di kota Jakarta begitu ramai di masyarakat. Berdasarkan Air Quality Index (AQI) beberapa tahun terakhir dilaporkan kondisi kualitas udara di kota Jakarta dikategorikan tidak sehat atau unhealthy (AQI >150). Demikian juga terjadi di kota-kota lainnya di Indonesia seperti Tangerang Selatan, Terentang dan Mempawah di Kalimantan Barat, Serang Banten, Bandjarbaru Kalimantan Selatan, Palembang dan lain lain.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement