REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Manusia memiliki tabiat yang dapat tergelincir ke dalam dosa. Namun hendaknya Muslim mengiringinya dengan tobat yang sungguh-sungguh.
Seperti dikutip dari Syarah 10 Hadits Qudsi Pilihan disusun Abu Hafizhah Irfan, dalam sebuah hadits disebutkan:
إنَّ عَبْدًا أصابَ ذَنْبًا "Sesungguhnya seorang hamba melakukan suatu dosa."
Manusia selalu berada dalam potensi untuk melakukan kebaikan dan potensi untuk melakukan keburukan.
Pada diri manusia selalu terjadi pertarungan antara keinginan berbuat ketaatan dengan keinginan melakukan kemaksiatan.
Manakah dari dua kekuatan tersebut yang lebih mendominasi pada diri manusia? Itulah yang akan menjadi kecenderungannya sehingga terkadang manusia mampu, dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk melakukan amalan ketaatan yang mulia dan terkadang pula dia melakukan perbuatan dosa yang hina sehingga di antara tabiat manusia adalah dapat tergelincir ke dalam dosa.
Sebagaimana diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ “Setiap anak Adam pasti melakukan kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang pernah melakukan kesalahan adalah orang yang segera bertobat (kepada Allah SubhanahuwaTa'ala).” (HR Ahmad, Tirmidzi Juz 4 : 2499, Hakim Juz 4 : 7617, dan Ibnu Majah : 4251, lafazh ini milik keduanya)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dia berkata, “Aku mendengar Nabi ﷺ bersaudara:
إنَّ عَبْدًا أصابَ ذَنْبًا - ورُبَّما قالَ أذْنَبَ ذَنْبًا - فقالَ: رَبِّ أذْنَبْتُ - ورُبَّما قالَ: أصَبْتُ - فاغْفِرْ لِي، فقالَ رَبُّهُ: أعَلِمَ عَبْدِي أنَّ له رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ ويَأْخُذُ بهِ؟ غَفَرْتُ لِعَبْدِي، ثُمَّ مَكَثَ ما شاءَ اللَّهُ ثُمَّ أصابَ ذَنْبًا، أوْ أذْنَبَ ذَنْبًا، فقالَ: رَبِّ أذْنَبْتُ - أوْ أصَبْتُ - آخَرَ، فاغْفِرْهُ فقالَ: أعَلِمَ عَبْدِي أنَّ له رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ ويَأْخُذُ بهِ؟ غَفَرْتُ لِعَبْدِي، ثُمَّ مَكَثَ ما شاءَ اللَّهُ، ثُمَّ أذْنَبَ ذَنْبًا، ورُبَّما قالَ: أصابَ ذَنْبًا، قالَ: قالَ: رَبِّ أصَبْتُ - أوْ قالَ أذْنَبْتُ - آخَرَ، فاغْفِرْهُ لِي، فقالَ: أعَلِمَ عَبْدِي أنَّ له رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ ويَأْخُذُ بهِ؟ غَفَرْتُ لِعَبْدِي ثَلاثًا، فَلْيَعْمَلْ ما شاءَ
“Sesungguhnya seorang hamba melakukan suatu dosa –atau beliau bersabda: berbuat dosa- lalu ia berkata, ”Wahai Rabb-(ku), aku telah melakukan (dosa) maka ampunilah aku.” Rabb-nya berfirman, ”Apakah hamba-Ku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang (mampu) mengampuni dosa dan (mampu pula) menyiksa (karena dosa yang telah dilakukan)nya? Aku telah mengampuni (dosa) hamba-Ku.” Lalu berhentilah ia (dari melakukan dosa hingga waktu yang) dikehendaki oleh Allah subhanahuwata'ala.
Baca juga: Upaya Para Nabi Palsu Membuat Alquran Tandingan, Ada Ayat Gajah dan Bulu
(2) Kemudian ia melakukan dosa –atau berbuat dosa- (lagi) lalu ia berkata, ”Wahai Rabb-(ku), aku telah berbuat atau melakukan (dosa) yang lain maka ampunilah dosa(ku).” Rabb-nya berfirman, ”Apakah hamba-Ku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang (mampu) mengampuni dosa dan (mampu pula) menyiksa (karena dosa yang telah dilakukan)nya? Aku telah mengampuni (dosa) hamba-Ku.” Lalu berhentilah ia (dari melakukan dosa hingga waktu yang) dikehendaki oleh Allah subhanahuwata'ala.
(3) Kemudian ia melakukan dosa –atau berbuat dosa- (lagi) lalu ia berkata, ”Wahai Rabb-(ku), aku telah berbuat atau melakukan (dosa) yang lain maka ampunilah dosaku.” Rabb-nya berfirman, ”Apakah hamba-Ku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang (mampu) mengampuni dosa dan (mampu pula) menyiksa (karena dosa yang telah dilakukan)nya? Aku telah mengampuni (dosa) hamba-Ku tiga kali, maka silahkan ia melakukan apa yang dikehendakinya.” (HR Bukhari Juz 6: 7068, lafazh ini miliknya dan Muslim Juz 4)