REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat hukum pidana, Muzakir, sepakat dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menunda pemeriksaan peserta Pemilu 2024, yang dilaporkan melakukan tindak pidana. Ini untuk mengantisipasi perkara hukum dijadikan cara untuk mengganjal lawan politik.
“Jika baru ada laporan (tindak pidana) hari ini, lebih bijaksana kalau ditangguhkan,” kata Muzakir, Senin (21/8/2023).
Dijelaskannya, tidak fair, jika ada peserta pemilu yang bermain curang dengan melaporkan lawan politiknya, saat menjelang pemilu. “Kalau kemudian orang ini terus diperiksa penegak hukum kan tidak fair. Hawa nafsu orang lain yang membuat orang ini harus ter-cancel karena laporan ini,” ungkapnya.
Muzakir mengaku kalau sering menemui kasus seperti ini sejak pemilu-pemilu sebelumnya. Temasuk pemilihan kepala daeah (pilkada). “Bahkan pilkades pun seperti itu. Karena persaingan tidak sehat maka cara yang paling efektif adalah dilaporkan. Dilaporkan pun hanya untuk jadi tersangka. Kalau sudah tersangka ya mereka tidak peduli mau diteruskan atau tidak perkaranya,” kata Muzakir.
Dengan begitu, menurut Muzakir, penundaan pemeriksaan bagi pelaporan pidana peserta pemilu, yang baru dilakukan sekarang, sudah tepat. Kalau penegak hukum melayani kepentingan-kepentingan seperti itu akan membuat kesan yang tidak bagus. “Kenapa tidak dilaporkan tahun-tahun yang lalu. Kenapa baru sekarang dilaporkan. Hukum sebagai alat politik harus dihindari,” ungkap dia.
Muzakir mengatakan jika perkara-perkara hukum yang sudah dilaporkan yang sudah tahap penyidikan sebaiknya diklarifikasi sekarang. Supaya bisa diibuktikan benar atau tidaknya pidana yang dilakukann.
Jika sudah mengikuti pemilu dan ternyata terbukti, maka orang tersebut tidak ikut pemilu yang berbiaya mahal. “Kasian juga kalau dalam prosesnya ternyata orang itu menjadi tersangka,” kata Muzakir.
Tahapan pendaftaran calon anggota legislatif (caleg) yang sudah mereka lalui harus dihargai juga. “Mereka sudah keluar uang (untuk kampanye), waktu, dan sebagainya harus dihargai juga,” kata dia.