Senin 21 Aug 2023 12:56 WIB

Bisakah Filantropi Islam Mitigasi Perubahan Iklim yang Sebabkan Kepunahan?

Perubahan iklim dipicu oleh kerusakan lingkungan.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Perubahan iklim (Ilustrasi)
Foto: PxHere
Perubahan iklim (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Perubahan iklim yang dipicu oleh kerusakan lingkungan meningkatkan intensitas dan frekuensi terjadinya cuaca ekstrem di berbagai wilayah dunia, di antaranya gelombang panas yang semakin intens, hujan lebat, kekeringan, dan siklon tropis.

Banyak masyarakat yang terdampak perubahan iklim dan pemanasan global, dan di antara mereka banyak yang tengah berjuang melawan perubahan iklim. Perubahan iklim dan pemanasan global jika tidak tertanggulangi dapat mengakibatkan kepunahan tanaman, hewan bahkan manusia.

Baca Juga

Pengamat Filantropi Islam, Ekonomi Syariah dan Zakat, Yusuf Wibisono mengatakan, perlindungan lingkungan hidup saat ini merupakan salah satu prioritas terpenting umat. Karena dunia hari ini sudah berada dalam kondisi darurat perubahan iklim dan pemanasan global. Maka lembaga filantropi Islam selayaknya berdiri di garda terdepan pada salah satu isu paling krusial dalam peradaban manusia modern ini.

"Saya mengusulkan agar salah satu kriteria mustahik adalah mereka yang terdampak perubahan iklim dan pemanasan global, yaitu masuk ke asnaf fakir miskin. Mereka yang berjuang melawan perubahan iklim dan pemanasan global yaitu masuk ke asnaf fisabilillah, dengan demikian filantropi Islam dapat menunjukkan afirmasi yang lebih kuat ke isu perubahan iklim dan pemanasan global ini," kata Yusuf kepada Republika, menjelang momen HUT Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2023.

Yusuf menyampaikan, dunia saat ini terancam menghadapi salah satu bencana terbesar yang mempertaruhkan kelangsungan hidup manusia, yaitu kegagalan mencegah kenaikan suhu bumi hingga 1,5 derajat celcius pada 2050. Dalam skenario 1,5 derajat celcius saja dunia akan mengalami penurunan produksi pangan yang signifikan, karena kekeringan rata-rata akan mencapai 2 bulan setiap tahunnya.

Di tambah kebakaran hutan akan melonjak dan permukaan air laut akan naik sekitar satu meter. Jika skenario ini terlewati, dan dalam skenario terburuk kenaikan suhu mencapai 4 derajat celcius hingga 2050, dunia akan menghadapi malapetaka berupa kekeringan ekstrem yang akan sangat sering terjadi. Maka produksi pertanian dan perikanan akan anjlok drastis. Sehingga akan mengakibatkan kelaparan global, dan permukaan air laut naik hingga 9 meter.

"Maka ancaman kepunahan tanaman, hewan dan juga manusia adalah nyata dan tidak jauh di depan kita," ujar Yusuf.

Yusuf menyarankan agar program lingkungan hidup yang sekarang sudah dijalankan oleh banyak lembaga filantropi Islam. Untuk itu, perlu semakin diperkuat dan difokuskan arahnya pada upaya pencegahan dan mitigasi perubahan iklim, serta memperkuat sinergi dengan pemangku kepentingan lainnya.

Pengamat zakat ini melihat program lembaga filantropi Islam sekarang masih lebih banyak terfokus pada upaya ad-hoc jangka pendek menanggulangi masalah yang diakibatkan oleh perubahan iklim dan pemanasan global. Seperti misalnya menyediakan air bersih di daerah yang mengalami kekeringan.

Yusuf mengingatkan, yang lebih krusial sebenarnya adalah upaya pencegahan dan mitigasi perubahan iklim. "Misal dengan mencegah masyarakat dan dunia usaha menggunakan air tanah secara berlebihan, dan mendorong masyarakat agar lebih banyak menggunakan air bersih dari pengolahan air permukaan seperti air sungai, danau serta air hujan," jelas Yusuf.

Saran Untuk Filantropi Islam

Yusuf menyampaikan bahwa ada beberapa program prioritas penting yang bisa diperkuat lembaga filantropi Islam dalam upaya menjaga lingkungan hidup.

Ia menjelaskan, yang pertama, program atau upaya perintis untuk mendorong moda transportasi non-motorized. Sehingga akan menekan emisi karbon dari kendaraan bermotor, seperti dengan mendukung program pembangunan pedestrian dan jalur sepeda, hingga mendukung KRL sebagai moda transportasi massal yang handal dan terjangkau.

Kedua, upaya perintis untuk mendorong energi hijau guna menekan penggunaan energi kotor berbasis fosil. "Seperti dengan mendukung pembangunan rumah, gedung sekolah, rumah sakit dan tempat ibadah yang hemat energi, berlimpah cahaya, tanpa AC atau pendingin ruangan (green building). Kemudian mendorong pembangunan pembangkit listrik skala kecil berbasis air kali dan sungai (tenaga mikrohidro)," ujar Yusuf.

Yusuf menambahkan, program prioritas penting ketiga adalah upaya perintis untuk mendukung pelestarian pesisir dan mencegah hilangnya wilayah pantai. Seperti dengan mendukung penanaman mangrove hingga mengolah air permukaan untuk air bersih. Sehingga mencegah penggunaan air tanah yang pada gilirannya akan menahan penurunan tanah (land subsidence).

 

Program keempat, upaya perintis untuk menyelamatkan hutan, seperti dengan mendukung ketahanan ekonomi masyarakat sekitar hutan melalui program agro-forestry atau wisata hutan, mendukung 29 ribu desa yang kehidupan masyarakatnya sangat bergantung pada hutan. "Di antaranya dengan memanfaatkan perhutanan sosial, hingga mendukung masyarakat adat dalam menjaga dan mengelola hutan adat mereka," jelas Yusuf.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement