REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG – Presiden Afrika Selatan (Afsel) Cyril Ramaphosa mengatakan negaranya mendukung perluasan keanggotaan BRICS. Menurutnya, keanggotaan BRICS yang diperluas akan merepresentasikan keragaman. Di saat yang sama, perluasan keanggotaan BRICS memunculkan potensi untuk tatanan global yang lebih seimbang.
“BRICS yang diperluas akan mewakili kelompok negara yang beragam dengan sistem politik berbeda yang memiliki keinginan yang sama untuk memiliki tatanan global yang lebih seimbang,” ujarnya dalam pidatonya pada Ahad (20/8/2023) malam, dikutip Anadolu Agency.
Dia mengatakan, lebih dari 30 kepala negara dan pemerintahan di seluruh Afrika akan berpartisipasi dalam KTT BRICS. Ramaphosa menyebut, puluhan negara itu ingin membangun kemitraan antara BRICS dan Afrika. Harapannya agar Afrika dapat membuka peluang peningkatan perdagangan, investasi, dan pembangunan infrastruktur.
Ramaphosa mengatakan, selain para pemimpin Afrika, negaranya juga akan menyambut para pemimpin dari beberapa negara Global South di KTT BRICS. Mereka termasuk para pemimpin dari Karibia, Amerika Selatan, Timur Tengah, Asia Barat, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Presiden Joko Widodo telah mengonfirmasi akan menghadiri KTT BRICS di Johannesburg.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga akan menghadiri KTT BRICS. “Dukungan kami untuk PBB ada di samping keyakinan kuat kami bahwa lembaga multilateral utama ini membutuhkan reformasi sejati untuk menjadikannya lebih demokratis, representatif, dan efisien,” kata Ramaphosa.
Dalam KTT BRICS nanti, salah satu isu yang bakal dibahas adalah tentang ekspansi keanggotaan. Selain Afsel, anggota BRICS lainnya, yakni Cina dan Brasil, juga mendukung gagasan perluasan anggota. Sementara Rusia masih enggan memberikan sikap resmi atas ide tersebut. Isu lain yang bakal dibahas dalam KTT adalah penggunaan mata uang lokal untuk transaksi perdagangan antarnegara anggota.
BRICS, yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afsel dibentuk pada 2009 atas inisiatif Rusia. Tujuannya adalah mengembangkan kerja sama komprehensif antara negara-negara terkait. BRICS kerap dipandang sebagai “kutub perlawanan” terhadap kelompok ekonomi G7 yang beranggotakan AS, Inggris, Kanada, Jerman, Prancis, Italia, dan Jepang.
Menurut data IMF, pada 2022 lalu, total gabungan pendapatan domestik bruto (PDB) BRICS telah mencapai 22,5 triliun dolar AS. Jumlah itu melampaui PDB G7 yang mencapai 21,4 triliun dolar AS. Negara BRICS kini dinilai menjadi aktor penting dan signifikan dalam memerangi pertumbuhan ekonomi serta konteks politik global.