REPUBLIKA.CO.ID, SAN DIEGO -- Perusahan media sosial X akan menggunakan perusahaan teknologi yang berbasis di Israel untuk verifikasi identitas pengguna. Keputusan ini pun mendapatkan banyak penentangan dari berbagai pihak.
Pengguna telah menyatakan ketidakpuasan atas kabar tersebut, termasuk mengancam untuk menonaktifkan akunnya. Mereka menyoroti penggunaan teknologi pengawasan oleh Israel untuk mengeksploitasi dan melecehkan warga Palestina.
Amnesty International menemukan, militer menggunakan sistem kamera yang disebut Red Wolf yang dikerahkan di pos-pos pemeriksaan. Kamera tersebut digunakan sebagai bagian dari program yang mengandalkan database yang secara eksklusif terdiri dari data individu-individu Palestina. Laporan ini menyusul penelitian yang dilakukan awal tahun ini di kota-kota Hebron dan wilayah pendudukan Yerusalem Timur.
Laporan yang berjudul "Automated Apartheid" itu menunjukkan cara pengawasan yang dilakukan bagian dari upaya yang disengaja oleh otoritas Israel. Israel menciptakan lingkungan yang bermusuhan dan memaksa bagi warga Palestina.
Terlebih lagi dikutip dari Middle East Monitor, penggunaan perusahan Israel oleh X ini muncul setelah pasukan pendudukan Israel diketahui memasang senapan mesin yang dikendalikan AI di sebuah pos pemeriksaan di Hebron untuk melacak dan menembak warga Palestina. Senjata ini diproduksi oleh perusahaan Israel Smart Shooter. Alat ini menembakkan granat setrum dan peluru berujung spons, dan mampu menembakkan gas air mata.
Amnesty meminta komunitas internasional untuk mengatur perusahaan sehingga dilarang menyediakan teknologi pengawasan ke Israel. Lembaga itu meminta memberlakukan larangan global atas penjualan senjata dan peralatan militer ke Israel.
“Pihak berwenang Israel menggunakan teknologi pengenalan wajah untuk memperkuat apartheid,” ujar Amnesty.