REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ali bin Abi Thalib RA adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW yang kemudian menjadi menantu beliau SAW. Ali menikah dengan putri Nabi Muhammad SAW, Fatimah.
Salah satu putra Ali bin Abi Thalib dari pernikahannya dengan Fatimah, adalah Hasan. Dalam literatur sejarah, diketahui bahwa ternyata Ali bin Abi Thalib dan Hasan pernah melakukan dialog yang membahas tentang berbagai aspek yang ada dalam kehidupan.
Dialog tersebut ada di dalam kitab Al-Bidayah wa Al-Nihayah, yang kemudian dinukil oleh Ahmad Abdul Al-Thahthawi dalam bukunya yang telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi buku berjudul '150 Kisah Ali bin Abi Thalib'. Diterjemahkan oleh Rashid Satari, dan diterbitkan Mizan.
Hal pertama yang dibahas dalam dialog tersebut, adalah mengenai kemungkaran dan kebaikan. Ali bertanya, "Anakku, apakah yang dimaksud ‘menutup’ itu?" Hasan menjawab, "Ayah, ‘menutup’ adalah membalas kemungkaran dengan kebaikan."
Kemudian Ali bertanya tentang apa itu kemuliaan. Hasan menjawab, "Kemuliaan adalah membangun kekeluargaan dan tidak membalas keburukan dengan keburukan." Kemudian Ali bertanya soal harga diri. Lalu Hasan berkata, "Harga diri adalah menjaga kesucian diri dan memperbaiki keadaan dirinya."
Ali juga bertanya mengenai apa itu kerendahan. Hasan menjawab, "Kerendahan berarti memperhatikan urusan sepele dan enggan memberi kepada orang miskin." Setelah itu, Ali bertanya tentang kikir. Hasan menjawab, "Kikir adalah seseorang menjaga dirinya dengan menyerahkan mahkotanya."
Berikut ini dialog lengkap antara Ali bin Abi Thalib dan Hasan:
Ali: "Apakah toleransi itu?"
Hasan: "Toleransi adalah memberi ketika lapang maupun sulit."
Ali: "Apakah tamak itu?"
Hasan: "Tamak adalah engkau melihat apa yang engkau miliki sebagai ketiadaan dan apa yang engkau infakkan sebagai kerugian."
Ali: "Apakah persaudaraan itu?”
Hasan : “Persaudaraan adalah setia ketika suka maupun duka.”
Ali: "Apakah pengecut itu?"
Hasan: "Pengecut adalah seseorang yang berani kepada kawan dan takut kepada musuh."
Ali: "Apakah ghanimah itu?"
Hasan: "Ghanimah adalah senang dalam ketakwaan dan berlaku zuhud di dunia. Itulah ghanimah yang sejati."
Ali: "Apakah santun itu?"
Hasan: "Santun adalah menahan amarah dan mengendalikan hawa nafsu."
Ali: "Apakah kekayaan itu?"
Hasan: "Kekayaan adalah keridhaan hati terhadap bagian yang diberikan Allah meskipun sedikit. Karena, sesungguhnya orang kaya adalah orang yang kaya hatinya."
Ali: "Apakah fakir itu?"
Hasan: "Fakir adalah perangai jiwa yang buruk dalam segala hal."
Ali: "Apakah kehinaan itu?"
Hasan: "Kehinaan adalah ketakutan ketika menghadapi kenyataan."
Ali: "Apakah ceroboh itu?"
Hasan: "Ceroboh adalah menyetujui teman-teman untuk berbuat kejahatan."
Ali: "Apakah berlebihan itu?"
Hasan: "Berlebihan adalah ketika engkau berbicara mengenai masalah yang tidak bermanfaat bagimu."
Ali: "Apakah kemuliaan itu?"
Hasan: "Kemuliaan adalah engkau memberi ketika sulit dan memaafkan orang yang berbuat jahat kepadamu."
Ali: "Apakah berakal itu?"
Hasan: "Seseorang disebut berakal ketika hatinya mampu memelihara apa yang seharusnya dirahasiakan."
Ali: "Apakah kedunguan itu?"
Hasan: "Kedunguan adalah ketika engkau melawan pemimpinmu dan bersuara lebih keras melebihi suaranya."
Ali: "Apakah sanjungan itu?"
Hasan: "Sanjungan adalah menyebut-nyebut kebaikan orang lain dan melupakan keburukannya."
Ali: "Apakah keteguhan itu?"
Hasan: "Keteguhan adalah kesabaran yang kuat, lemah lembut terhadap bawahan, dan menjaga diri dari prasangka buruk terhadap manusia."
Ali: "Apakah kehormatan itu?"
Hasan: "Kehormatan adalah menghormati teman dan memelihara hak-hak bertetangga."
Ali: "Apakah kebodohan itu?"
Hasan: "Kebodohan adalah mengikuti kerendahan dan berteman dengan orang-orang durhaka."
Ali: "Apakah kelalaian itu?"
Hasan: "Kelalaian adalah meninggalkan masjid dan taat kepada orang yang berbuat kerusakan."
Ali: "Apakah nasib buruk itu?"
Hasan: "Nasib buruk adalah engkau menolak bagian yang telah diberikan kepadamu."