REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perum Bulog berupaya tetap memperhatikan keseimbangan pasar dalam melaksanakan penugasan penyerapan komoditas. Sekretaris Perusahaan Perum Bulog, Awaludin Iqbal menjelaskan, ketika ada kenaikan harga dan kelangkaan barang justru upaya penyerapan Bulog bisa memicu harga jagung naik lebih mahal.
Bulog mengungkapkan saat ini realisasi serapan produksi jagung nasional hanya bersumber dari dua wilayah yaitu Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan. Dua wilayah tersebut saat ini harga jagungnya masih terkendali sehingga Bulog bisa melakukan penyerapan jagung untuk memenuhi cadangan pangan pemerintah.
"Karena skemanya masih komersial, saat ini dalam melakukan penyerapan kami juga mempertimbangkan keseimbangan supply dan demand," ujar Awaludin kepada Republika, Selasa (22/8/2023).
Ia juga menjelaskan, lumbung jagung nasional sebenarnya ada di beberapa wilayah seperti Sumbawa, Gorontalo, Medan, dan di seluruh wilayah di Jawa. Hanya saja, saat ini kondisi pasar sedang dalam harga yang tinggi, sehingga Bulog melakukan penyerapan produksi nasional yang paling memungkinkan untuk dilakukan.
"Prinsipnya seluruh wilayah. Ada beberapa daerah penghasil. Di NTB besar, Gorontalo, di Medan, di Jawa juga. Ada beberapa wilayah, tapi kondisi harga juga tergantung pasar. Kita jaga stabilitas harga pangan," ujar Awaludin.
Berdasarkan Prognosa Neraca Komoditas Jagung, perkiraan produksi jagung dalam negeri tahun 2023 mencapai 18,15 juta ton, dengan stok carry over dari tahun 2022 sebesar 3,08 juta ton. Sementara kebutuhan jagung sepanjang tahun 2023 diperkirakan sebanyak 16,98 juta ton. Sehingga perkiraan neraca jagung terdapat surplus sekitar 5,08 juta ton.
Stok jagung yang saat ini dikelola Bulog sebanyak 203 ton atau sekitar 0,08 persen dari target stok jagung nasional sesuai penugasan NFA sebanyak 250 ribu ton sepanjang tahun 2023.