REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Lokasi pesantren di daerah pegunungan tinggi, rawan terjadi bencana alam terutama tanah longsor. Kejadian longsor ini pun, pernah terjadi di di Pesantren Sabilun Najat, Rancah-Karangpari, Desa Cielunsir Kecamatan Rancah Kab Ciamis pada 2021 lalu. Bencana tersebut, menyebabkan kerusakan bangunan asrama putra walaupun tidak sampai merenggut korban jiwa.
Dosen Hibah Internal Unit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat fakultas Kedokteran (UPPM-FK) Universitas Islam Bandung (Unisba) melihat, masih rendahnya pengetahuan dan keterampilan kewaspadaan bencana. Hal ini, menjadi masalah penting di pesantren untuk mendapatkan pelatihan dan pendampingan tentang kewaspaspadaan bencana bagi para santri yang tinggal di pesantren tersebut.
"Berdasarkan hasil survei di pesantren Sabilunnajat-Ciamis, belum pernah ada pelatihan dan yang memberikan pelatihan kewaspadaan terhadap bencana longsor di pesantren tersebut," ujar Dosen FK Unisba yang juga Ketua Tim Pengabdi, Anita Indriyanti, Selasa (22/8/2023).
Menurut Anita, rendahnya pengetahuan tentang kesiagaan bencana disebabkan berbagai faktor. Di antaranya kurangnya pembinaan dan belum dimengertinya alur pembinaan kesiagaan bencana di daerah tersebut, yang menyebabkan permasalahan ini.
Oleh karena itu, kata dia, diperlukan inovasi untuk membantu permasalahan di pesantren tersebut. Antara lain, dengan pemberdayaan tenaga sukarelawan dari badan nasional penaggulangan bencana (BNPB) dan dokter-dokter alumni FK Unisba yang berdomisili di sekitar lingkungan pesantren untuk melakukan pembinaan kesehatan terhadap masyarakat di pesantren pasca bencana sebagai salah satu bentuk pengamalan misi Unisba.
Misi Unisba, kata dia, menghasilkan sumber daya manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlakul karimah sebagai mujahid, mujtahid, dan mujadid. Serta, menghasilkan lulusan sebagai pemikiran, konsep dan teori-teori baru bagi kemaslahatan umat dan mampu menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat untuk peningkatan kewaspadaan bencana dan masalah kesehatannya.
"Tujuan pelaksanaan kegiatan PKM adalah memberikan solusi menjadikan pesantren siaga bencana dan sehat pasca bencana," katanya.
Caranya, kata dia, melalui pelatihan perwakilan santri sebagai kader kesehatan sesuai bimbingan BNPB dengan kolaborasi tim pengabdi dengan dokter-dokter sukarelawan yang tergabung dalam ikatan alumni FK Unisba.
Sasaran dari pengabdian masyarakat ini, kata dia, secara spesifik menghasilkan kualifikasi para santri sebagai kader kesehatan yang nantinya dapat memahami dan mempraktekan perilaku siaga bencana. Selain hidup bersih dan sehat pascabencana, juga terhindar dari penyakit pascabencana, dan dapat menjadi pelopor untuk mengajak masyarakat di pesantren lainnya dalam kegiatan siaga bencana dan promotif, preventif, serta kuratif penyakit pascabencana.
Metode pendekatan yang dilakukan, kata dia, adalah transformasi pengetahuan tentang kesiapsiagaan terhadap bencana longsor dan kesehatan kepada para santri pasca-bencana dengan bimbingan tim pengabdi, mahasiswa, dokter alumni FK Unisba yang bertugas di wilayah Priangan timur, sebagai bentuk “role model”.
Serta, upaya menjadikan pesantren siaga bencana dan tetap sehat pascabencana, dengan bentuk kerja sama yang bermanfaat antara dunia perguruan tinggi khususnya Unisba dan masyarakat dalam pemberdayaan peran dokter alumni di lokasi pesantren sebagai model aplikasi interprofessional collaboration dan pengamalan misi Unisba.
Kegiatan ini, kata dia, diikuti oleh sebanyak 30 orang pengurus santri dan santriwati, dengan bimbingan 3 orang dosen pengabdi, 8 orang mahasiwa dan 5 orang dokter-dokter alumni fakultas kedokteran yang tergabung dalam ikatan keluaraga alumni di wilayah Priangan Timur.
"Setelah kegiatan diharapkan informasi yang diberikan dapat dilanjutkan kepada santri dan santriwati lainya, sehingga dapat terwujudkan santri siaga bencana dan berperilaku hidup bersih sehat di masyarakat pesantren," katanya.