Selasa 22 Aug 2023 17:30 WIB

Orang Islam Minum Khamar, Benarkah Sholatnya tak Diterima 40 Hari?

Ada beberapa konsekuensi yang diterima umat Islam jika mengonsumsi khamar.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Qommarria Rostanti
Pria sedang sholat (ilustrasi). Islam melarang umatnya mengonsumsi khamar atau minuman keras. Jika dilakukan, maka sholatnya tidak diterima selama 40 hari.
Foto: Dok Republika
Pria sedang sholat (ilustrasi). Islam melarang umatnya mengonsumsi khamar atau minuman keras. Jika dilakukan, maka sholatnya tidak diterima selama 40 hari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam melarang umatnya mengonsumsi khamar atau minuman keras. Ada beberapa konsekuensi yang diterima jika mengonsumsinya, misalnya yang sering kita dengar adalah sholat tidak diterima selama 40 hari. Benarkah demikian? 

Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia (RFI) Ahmad Sarwat mengatakan pernyataan tersebut memang benar dan berasal dari banyak hadits nabawi. Salah satu haditsnya berasal dari riwayat Ahmad yang berbunyi: "Dari Ibnu Umar RA bahwa Nabi SAW bersabda, "Orang yang minum khamar, tidak diterima shalatnya 40 hari. Siapa yang bertaubat, maka Allah memberinya taubat untuknya. Namun, bila kembali lagi, maka hak Allah untuk memberinya minum dari sungai Khabal." Seseorang bertanya, "Apakah sungai Khabal itu?" Beliau menjawab, "Nanahnya penduduk neraka." 

Baca Juga

Sementara hadits lainnya, "Dari Abdullah bin Amr berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang minum khamar lalu mabuk, tidak diterima sholatnya 40 hari. Bila dia mati, masuk neraka. Bila dia taubat, maka Allah akan mengampuninya. Namun bila kembali minum khamar dan mabuk, tidak diterima sholatnya 40 hari. Bila mati masuk neraka. Bila dia kembali minum, maka hak Allah untuk memberinya minum dari Radghatul Khabal di hari kiamat". Para sahabat bertanya,"Ya Rasulullah, apakah Radaghatul khabal?" Beliau menjawab, "Perasan penduduk neraka" (HR Ibnu Majah).

Para ulama mengatakan orang yang minum khamar itu kafir, maksudnya bukan dia murtad dari Islam, melainkan dia seperti orang kafir. Artinya, jika melakukan sholat, maka sholatnya tidak diterima selama dia menunaikan sesuai dengan rukun dan aturannya.

"Namun, bukan berarti kewajibannya untuk sholat menjadi gugur. Tidak, sholat tetap wajib atasnya, tetapi selama 40 hari tidak akan diterima sholat itu di sisi Allah," kata Ahmad dalam situs RFI, dilansir Republika.co.id, Senin (21/8/2023).

Dalam hukum Islam, seseorang yang meminum khamar tidak hanya berurusan dengan Allah, tetapi juga berurusan dengan hukum positif yang Allah turunkan. Hukumannya adalah dipukul atau cambuk. Para ulama mengatakan untuk memukul peminum khamar, bisa digunakan beberapa alat antara lain, tangan kosong, sandal, ujung pakaian, atau cambuk.

"Bentuk hukuman ini bersifat mahdhah, artinya bentuknya sudah menjadi ketentuan dari Allah sehingga tidak boleh diganti dengan bentuk hukuman lainnya seperti penjara atau denda uang dan sebagainya. Dalam istilah fikih disebut hukum hudud, yaitu hukum yang bentuk, syarat, pembuktian dan tata caranya sudah diatur oleh Allah," ujarnya. 

Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang minum khamar maka pukullah" (hadits mutawatir). Hadits ini termasuk jajaran hadits mutawatir, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi pada tiap thabawatnya (jenjang) dan mustahil ada terjadi kebohongan di antara mereka.

Ahmad menjelaskan, jumhur ulama sepakat bahwa peminum khamar yang memenuhi syarat untuk dihukum, maka bentuk hukumannya adalah dicambuk sebanyak 80 kali. Pendapat mereka didasarkan pada riwayat Ali RA "Rasulullah SAW mencambuk peminum khamar sebanyak 40 kali. Abu bakar juga 40 kali. Sedangkan Utsman 80 kali. Kesemuanya adalah sunah. Tapi yang ini (80 kali) lebih aku sukai" (HR Muslim).

Sedangkan Imam Asy Syafi`i RA berpendapat bahwa hukumannya adalah cambuk sebanyak 40 kali. Dasarnya adalah sabda hadits Rasulullah SAW, Dari Anas RA berkata bahwa Rasulullah SAW mencambuk kasus minum khamar dengan pelepah dan sandal sebanyak 40 kali" (HR Bukhari, Muslim, Tirmizy, Abu Daud). 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement