REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) hijau atau green mortgage masih membutuhkan dorongan dari sisi advokasi dan edukasi.
"Tingkat kesadaran di antara konsumen dan pengembang relatif masih rendah, sehingga perlu dilakukan advokasi dan edukasi terkait konsep KPR hijau yang masih butuh banyak promosi dan relatif masih asing," kata Sri Mulyani dalam rangkaian kegiatan Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (AFMGM) di Jakarta, Selasa (22/8/2023).
Sri Mulyani menyebut jumlah backlog perumahan di Indonesia mencapai 12,7 juta, seiring dengan makin meningkatnya permintaan rumah dengan harga terjangkau. Sementara bangunan perumahan bertanggung jawab atas 17 persen emisi gas rumah kaca global, dengan 5,5 persen berdampak langsung dan 11 persen tidak langsung dari properti. Oleh karena itu, Bendahara Negara mendorong pembiayaan KPR hijau.
Dari sisi perbankan, sudah terlihat adanya berbagai inisiatif untuk mengembangkan KPR hijau. Misalnya, perbankan berkolaborasi dengan pelaku usaha dan pengembang yang memiliki kesadaran tentang lingkungan.
"Ini merupakan inisiatif yang sangat baik sehingga kita perlu mempromosikan lebih banyak lagi kerja sama dalam menyalurkan pembiayaan untuk proyek-proyek yang sesuai dengan standar dan prinsip-prinsip ramah lingkungan," ujar Sri Mulyani.
Namun, konsep mengenai KPR hijau yang mendorong pembelian dan renovasi rumah yang memenuhi standar efisiensi terbilang masih baru di Indonesia, sehingga belum memiliki porsi yang besar terhadap pembiayaan secara keseluruhan. Dalam mengatasi tantangan tersebut, pemerintah melakukan berbagai langkah strategis. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mempelajari kerangka kebijakan, inisiatif, ekosistem, dan partisipasi dari negara-negara yang telah menerapkan KPR hijau.
Cara itu dilakukan agar pemerintah dapat menciptakan lingkungan dan ekosistem yang tepat untuk pengembangan KPR hijau di Indonesia.