REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Taipan real estat Srettha Thavisin mendapatkan dukungan parlemen Thailand untuk menjadi perdana menteri. Hal itu membuka jalan bagi pemerintahan koalisi baru dan mengakhiri ketidakpastian dan kebuntuan politik selama berminggu-minggu.
Pada Selasa (22/8/2023), Srettha dari partai populis Pheu Thai mendapatkan dukungan lebih dari separuh anggota legislatif. Itu terjadi tepat pada hari yang sama ketika Thaksin pulang setelah bertahun-tahun di pengasingan.
Srettha, mantan presiden perusahaan properti Sansiri, akan ditugaskan membentuk dan menyatukan koalisi rapuh yang mencakup partai-partai yang didukung loyalis militer yang menggulingkan pemerintah Pheu Thai pada tahun 2006 dan kudeta 2014.
Militer menggulingkan taipan telekomunikasi dan pemilik klub sepak bola Liga Premier Thaksin, yang melarikan diri ke pengasingan dan dipenjara in abstia pada tahun 2008 atas tuduhan penyalahgunaan kekuasaan dan konflik kepentingan. Pemerintahan yang dipimpin saudara perempuannya, Yingluck Shinawatra, juga digulingkan melalui kudeta pada tahun 2014.
Thaksin, 74, menerima sambutan meriah dari pendukungnya di bandara Bangkok. Sebelum polisi membawanya ke Mahkamah Agung kemudian ke penjara untuk menjalani hukuman delapan tahun.
Kembalinya politisi paling terkenal di Thailand dan naiknya Srettha ke jabatan puncak akan menambah spekulasi Thaksin mungkin telah membuat kesepakatan dengan musuh-musuhnya di militer. Sementara itu, setelah partai memenangkan pemilu, ada kemungkinan ia dapat kembali dengan aman dan dibebaskan lebih awal. Thaksin dan Pheu Thai membantah spekulasi tersebut.
Kemenangan Sretta merupakan perubahan terbaru dalam perebutan kekuasaan selama hampir dua dekade antara Pheu Thai, yang telah memenangkan lima pemilu, dan kelompok konservatif, jenderal, dan keluarga kaya raya yang memiliki pengaruh dalam politik dan perekonomian.
Srettha dideklarasikan oleh Pheu Thai sebagai calon perdana menteri bersama Paetongtarn Shinawatra, putri bungsu Thaksin, menjelang pemilu 14 Mei di mana partai tersebut menempati posisi kedua.
Upaya untuk membentuk koalisi dengan pemenang pemilu, yakni Partai Move Forward gagal. Setelah mendapat perlawanan keras dari Senator yang loyal pada militer.