REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Pemerintah Swedia mengatakan sedang mempertimbangkan untuk mengubah Undang-Undang Ketertiban Umum. Langkah ini diambil untuk memungkinkan polisi menolak izin tindakan seperti pembakaran Alquran, tetapi hanya jika tindakan tersebut mengancam keamanan nasional.
Dalam beberapa waktu terakhir, negara tersebut telah meningkatkan kewaspadaan terornya ke tingkat tertinggi kedua. Disampaikan pula sejumlah serangan telah digagalkan, pascapembakaran Alquran dan tindakan lain yang membuat marah umat Islam dan memicu ancaman dari para jihadis.
Penghinaan terhadap tokoh masyarakat atau terhadap agama dilindungi oleh undang-undang kebebasan berpendapat di Swedia. Pemerintah disebut tidak mengizinkan perubahan pada undang-undang tersebut.
Meski demikian, Menteri Kehakiman Gunnar Strommer mengatakan ia akan menunjuk sebuah komisi untuk memberikan wewenang yang lebih luas kepada polisi, untuk menolak tindakan seperti pembakaran Alquran.
“Tentu saja, ketidakpuasan internasional secara umum atau ancaman yang tidak jelas saja tidak cukup, ini harus berupa ancaman yang serius dan berkualitas,” kata Strommer dalam konferensi pers dikutip di CGTN, Rabu (23/8/2023).
Dia menambahkan, adanya aturan baru ini juga dapat memberi polisi wewenang untuk memilih lokasi lain untuk melakukan protes atau membubarkannya.
Seorang warga Irak yang tinggal di Swedia, Salwan Momika, telah merusak beberapa salinan Alquran dalam beberapa bulan terakhir. Banyak umat Islam memandang penodaan Alquran, yang dianggap sebagai firman Tuhan secara harfiah, sebagai pelanggaran berat.
Bahkan, sebuah outlet media yang terkait dengan kelompok militan al-Qaeda mendesak adanya pembalasan dengan tindakan kekerasan yang sama terhadap Swedia.
Keputusan untuk menunjuk sebuah komisi langsung mendapat skeptisisme dari beberapa partai politik. Termasuk salah satunya adalah partai pendukung pemerintah, Partai Demokrat Swedia, yang memiliki wacana anti-imigrasi.
“Bahkan jika nilai-nilai yang berbeda selalu perlu dipertimbangkan satu sama lain, Partai Demokrat Swedia tidak akan pernah menerima kita beradaptasi terhadap ancaman dan tekanan dari kelompok Islam dan kediktatoran,” kata pemimpin partai Demokrat Swedia, Jimmie Akesson, dalam sebuah pernyataan.
Pada hari Jumat (18/8/2023) kemarin, pemerintah Swedia mengatakan telah memperketat keamanan di kedutaan dan kantor perwakilan lainnya. Hal ini menyusul meningkatnya ancaman terhadap kepentingan Swedia di luar negeri.