REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pesawat tanpa awak yang baru dirilis Kementerian Pertahanan Iran Mohajer-10 diklaim menyerupai drone MQ-9 Reaper bersenjata milik Amerika Serikat (AS). Armada terbaru ini berpotensi dapat mencapai wilayah musuh bebuyutan Iran, yaitu Israel.
Kantor berita yang dikelola pemerintah Iran IRNA menerbitkan foto Mohajer-10. Pesawat baru ini dipajang di sebuah konferensi yang menandai Hari Industri Pertahanan. “Mohajer” berasal dari bahasa Farsi yang berarti “imigran” dan telah menjadi jalur drone yang diproduksi oleh Teheran sejak 1985.
Laporan IRNA mengatakan, drone tersebut terbang hingga durasi maksimum 24 jam di ketinggian 7.000 meter dengan jangkauan operasional 2.000 kilometer. Sedangkan jarak terdekat antara wilayah Iran ke Israel sekitar 1.724 kilometer.
Mohajer-10 mampu sampai ke area musuh dalam beberapa jam karena melakukan perjalanan dengan kecepatan hingga 210 kilometer per jam. Pesawat tanpa awak ini pun dilengkapi dengan sistem elektronik dan intelijen yang diperbarui.
Untuk mendukung kemampuan tersebut, pesawat itu juga memiliki muatan kargo hingga 300 kilogram. Peningkatan ini memungkinkan Mohajer-10 membawa semua jenis bom dan amunisi.
Pembaru ini dua kali lipat bobot dan kapasitas durasi penerbangan Mohajer-6 yang dapat menampung 150 kilogram senjata dan terbang selama 12 jam. Model sebelumnya juga memiliki ketinggian penerbangan lebih rendah 5.400 meter dan kecepatan 200 kilometer per jam.
Televisi pemerintah Iran telah membagikan video lepas landas dari landasan pacu. Namun, Associated Press dan media-media lain tidak dapat segera memverifikasi klaim kemampuan pesawat tak berawak terbaru Iran itu.
Drone jarak jauh seperti Reaper juga membutuhkan stasiun darat dan komunikasi satelit. Kesamaan ini bisa juga berasal dari tindakan Iran di masa lalu.
Teheran telah menangkap atau bagian dari drone Washington, tetapi tidak ada bukti bahwa negara itu telah mengambil Reaper General Atomics. Pesawat itu sering diterbangkan oleh Angkatan Udara AS dan negara-negara sekutunya sebagai drone "pemburu-pembunuh". Drone itu dapat beroperasi di ketinggian selama berjam-jam dan mengikuti target sebelum menyerang.
Tapi melihat peristiwa sebelumnya yang memodifikasi armada milik AS, kemungkinan Mohajer-10 memiliki kemampuan sama dengan Reaper pun memungkinkan. Iran pada Desember 2011 pernah menyita RQ-170 Sentinel yang diterbangkan oleh CIA untuk memantau situs nuklir setelah memasuki wilayah udara Iran dari negara tetangga Afghanistan. Iran kemudian merekayasa balik drone tersebut untuk menciptakan varian sendiri.
Tapi, yang sudah dengan terang-terangan mereplika Reaper adalah Korea Utara. Pyongyang pada Juli memamerkan drone yang mirip dengan Reaper. Kemungkinan pesawat itu dirancang berdasarkan informasi yang tersedia untuk umum tentang spesifikasi Reaper.
Reaper juga memiliki arti khusus bagi Iran, karena salah satu pesawat tanpa awal itu dilaporkan melakukan serangan di Baghdad pada 2020. Dalam serangan ini menewaskan jenderal penting Iran di pasukan paramiliter Garda Revolusi Qassem Soleimani.
Iran telah meluncurkan serangkaian drone yang mereka gambarkan mampu melakukan penerbangan jarak jauh selama beberapa tahun terakhir. Masih belum jelas cara armada-armada udara itu digunakan dalam pertempuran.
Namun drone Iran lainnya telah menjadi elemen kunci dalam kelanjutan perang Rusia terhadap Ukraina. Teheran telah memberikan serangkaian penjelasan yang kontradiktif tentang drone tersebut.
Dalam kesempatan pertama, Teheran menyangkal bahwa mereka memasoknya ke Moskow. Namun kemudian mengklaim bahwa mereka menjual drone hanya sebelum perang dimulai. Hanya saja volume drone yang digunakan dalam konflik tersebut menunjukkan pasokan senjata pembawa bom yang stabil oleh Iran dalam perang tersebut.
Pada Juni, Gedung Putih mengatakan, Iran memberi Rusia bahan-bahan untuk membangun pabrik manufaktur drone di timur Moskow. Tindakan ini dilakukan ketika Istana Kremlin berupaya mengunci pasokan persenjataan.