Rabu 23 Aug 2023 16:41 WIB

Jumlah Anak di AS yang Tewas oleh Senpi Capai Rekor Tertinggi pada 2021

Kekerasan senpi telah menjadi penyebab kematian nomor satu bagi anak-anak di AS.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Senjata api (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com.
Senjata api (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO -- Angka kematian anak yang diakibatkan penggunaan senjata api (senpi) di Amerika Serikat (AS) telah mencapai rekor tertingginya pada 2021. Hal ini diungkapkan oleh sebuah studi baru yang diterbitkan oleh American Academy of Pediatrics, yang dilansir dari  Reuters pada Rabu (23/8/2023).

Dengan menggunakan basis data kematian Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), studi yang diterbitkan pada hari Senin (20/8/2023) di jurnal Pediatrics AAP menemukan bahwa 4.752 anak meninggal akibat cedera terkait senjata api pada tahun 2021. Jumlah tersebut jauh meroket dari tahun terakhir di mana data yang ada, menunjukkan angka yang meningkat dari 4.368 pada tahun 2020 dan 3.390 pada tahun 2019.

Baca Juga

Kekerasan senjata api telah menjadi penyebab kematian nomor satu bagi anak-anak di Amerika Serikat sejak tahun 2020. Penelitian ini dipublikasikan saat anggota parlemen Tennessee membuka sesi khusus tentang keselamatan publik setelah penembakan di sekolah Nashville awal tahun ini yang menewaskan tiga anak dan tiga guru.

 

Annie Andrews, seorang dokter anak di South Carolina dan peneliti pencegahan kekerasan senjata api, mengaku cukup prihatin dengan data tersebut. Walaupun ia tidak terlibat dalam penelitian ini, namun menurutnya sebagai seorang dokter, ia secara pribadi tidak pernah membayangkan akan merawat begitu banyak anak dengan lubang peluru di tubuh mereka.

"Namun faktanya, di setiap rumah sakit anak di seluruh negeri ini, ada anak-anak di unit perawatan intensif anak yang menderita cedera akibat kasus senjata api," katanya.

Penelitian ini lebih lanjut menunjukkan bahwa anak-anak kulit hitam menyumbang sekitar 67 persen dari pembunuhan dengan senjata api, sementara anak-anak kulit putih menyumbang sekitar 78 persen dari kasus bunuh diri dengan senjata api.

Iman Omer, seorang mahasiswa di Universitas Vanderbilt di Nashville dan advokat anti-kekerasan senjata api dari Students Demand Action, mengatakan bahwa temuan penelitian ini sangat memprihatinkan, namun tidak mengejutkan.

"Setiap tahun, saya tahu bahwa 128 anak dan remaja di Tennessee meninggal karena senjata api," kata Omer saat dia menuju ke gedung parlemen negara bagian itu pada hari Selasa (22/8/2023). Kedatangan Omer ini untuk bergabung dengan para pengunjuk rasa yang menuntut undang-undang kepemilikan senjata api yang harus diatur lebih ketat.

Gubernur Tennessee Bill Lee, yang mengetahui ada dua guru yang terbunuh dalam penembakan di Nashville, telah meminta anggota parlemen dalam sesi khusus untuk mendukung apa yang disebut undang-undang bendera merah. 

UU ini  bertujuan untuk menjauhkan senjata api dari tangan orang-orang yang dianggap sebagai ancaman. Dia menghadapi perlawanan dari rekan-rekannya sesama anggota Partai Republik, yang menguasai gedung DPR. 

Dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa (22/8/2023), meskipun beberapa legislator Partai Republik mengatakan bahwa tidak ada undang-undang Bendera Merah yang akan disahkan. Namun jauh lebih sedikit yang menyatakan bahwa tidak ada undang-undang yang berdampak negatif pada hak-hak yang dilindungi oleh Amandemen ke-2, termasuk hak anak dan kepemilikan senjata, yang akan disahkan." 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement