REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Dalam Islam diyakini bahwa Muhammad SAW adalah nabi dan rasul terakhir. Penegasan ini disampaikan dalam banyak ayat Alquran.
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا ''Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi-nabi.'' (QS Al-Ahzab [33] :40).
Tidak ada lagi nabi dan rasul setelah beliau. Syariat yang beliau bawa adalah syariat yang sudah final dan berlaku sepanjang zaman.
Allah SWT tidak akan mengubah atau menggantinya dengan menunjuk nabi atau rasul baru.
Demikian pula hanya nama Muhammad SAW yang layak berdampingan dengan nama Allah SWT dalam kalimat syahadat.
Tidak ada nama lain yang berhak mengganti nama yang agung ini. Bahkan orang yang beriman dan cinta kepada Allah SWT namun tanpa beriman dan cinta kepada Muhammad SAW, Allah SWT tolak keimanan dan kecintaannya tesebut, sebagaimana firman-Nya:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
''Katakanlah (kepada orang Yahudi dan Nasrani): 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu'.'' (Ali Imran [3]: 31)
Sementara itu, dalam sebuah riwayat dikisahkan Syekh Abdul Qadir al-Jailani, seorang ulama yang sangat tinggi ilmunya, suatu malam bermunajat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Tiba-tiba dari sudut atas mihrab muncul cahaya yang sangat menyilaukan. Dari arah cahaya tersebut terdengar suara, ''Wahai Abdul Qadir, aku adalah Tuhanmu, apa yang telah aku haramkan bagimu telah aku halalkan.''
Syekh Abdul Qadir tertegun mendengar suara tersebut. Setelah sadar dari kekagetannya, beliau berkata dalam hati, ''Muhammad SAW adalah nabi dan Rasulullah yang terakhir, maka tidak mungkin Allah SWT akan mengubah syariatnya.''
Kemudian Abdul Qadir yakin bahwa cahaya yang datang itu bukan suara Tuhan melainkan iblis. Lalu beliau mengucapkan ta'awudz: a'udzubillahi minasyaitanir rajim. Tiba-tiba cahaya itu terbakar sambil berkata, ''Sudah banyak orang yang telah aku perdayai, tetapi engkau luput dari tipu dayaku ini.''
Baca juga: Ketika Berada di Bumi, Apakah Hawa Sudah Berhijab? Ini Penjelasan Pakar
Kisah tersebut dapat menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak mudah tertipu oleh bujuk rayu iblis dan setan. Iblis dan setan telah bersumpah senantiasa berusaha memperdaya dan membelokkan arah kita dari jalan Allah SWT.
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (QS Al-A'raf [7] : 16-17).
Syeikh Abdul Qadir al-Jailani yang bagi sebagian umat Islam dianggap sebagai waliyullah, sampai diganggu oleh iblis bahkan hampir terjerumus menganggap dirinya sebagai nabi atau rasul baru. Berkat ketinggian ilmu dan kedekatannya kepada Allah SWT akhirnya beliau selamat dari keyakinan sesat tersebut.